Jumat 20 Mar 2020 01:31 WIB

Penyiraman Novel KPK, Tim Advokasi: Persidangan Sandiwara

Novel tidak mengenal ataupun berhubungan pribadi dengan terdakwa.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis (tengah) meninggalkan ruang. an usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3). Kedua terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette didakwa melakukan penganiayaan berat terencana dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.(Rivan Awal Lingga/Antara)
Foto: Rivan Awal Lingga/Antara
Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis (tengah) meninggalkan ruang. an usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3). Kedua terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette didakwa melakukan penganiayaan berat terencana dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.(Rivan Awal Lingga/Antara)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tim Advokasi Novel Baswedan menilai, sidang dua pelaku penyiram air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis yang digelar di PN Jakarta Utara, Kamis (19/3) tidak lain hanyalah formalitas belaka. Sidang dilangsungkan cepat, tidak ada eksepsi, tidak beroritentasi mengungkap aktor intelektual, dan kemungkinan besar berujung hukuman yang ringan. 

"Berdasarkan hal-hal di atas, kami mendesak Majelis Hakim mampu untuk mengadili kasus ini dengan independen dan progresif untuk mengungkap kebenaran materiil dalam kasus Novel Baswedan sehingga persidangan kasus ini dapat memberikan keadilan bagi korban dan masyarakat," kata Tim Advokasi Novel Baswedan, Arif Maulana dalam keterangannya, Kamis (19/3).

Tim Advokasi juga mendesak Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan, Komnasham, Ombudsman RI, dan Organisasi Advokat untuk aktif memantau seluruh proses persidangan Kasus ini. "Kami juga mendesak Komnas HAM memantau persidangan ini karena terindikasi untuk menyembunyikan jejak pelaku perencana/penggerak dan jauh dari temuan Komnas HAM," tegas Arif.

Arif mengungkapkan, terdapat hal yang janggal dalam sidang perdana dua pelaku penyerangan Novel Baswedan. Seperti dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum sangat bertentangan dengan temuan Tim Pencari Fakta bentukan Polri untuk Kasus Novel Baswedan yang menemukan bahwa motif penyiraman air keras terhadap Novel yang berkaitan dengan kasus-kasus korupsi besar yang ditanganinya.

Padahal dakwaan JPU, yang mengamini motif sakit hati atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan Institusi Kepolisian yang disampaikan terdakwa sangat terkait dengan kerja Novel di KPK. 

"Tidak mungkin sakit hati karena urusan pribadi, pasti karena Novel menyidik kasus korupsi termasuk di kepolisian. Terlebih lagi selama ini, Novel tidak mengenal ataupun berhubungan pribadi dengan terdakwa maupun dalam menyidik tindak pidana korupsi," kata Arif.

Bahkan, dalam dakwaan JPU tidak terdapat fakta atau informasi siapa yang menyuruh melakukan tindak pidana penyiraman air keras terhadap novel baswedan. Patut diduga Jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan. 

"Hal ini bertentangan dengan temuan dari Tim pencari Fakta bentukan Polri yang menyebutkan bahwa ada aktor intektual dibalik kasus Novel Baswedan," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement