Rabu 20 Aug 2014 12:00 WIB

2.682 Industri Rokok Langgar Aturan

Red:

JAKARTA -- Sebanyak 2.682 industri rokok melanggar aturan pemerintah dengan belum menyertakan gambar peringatan pada bungkus rokok. Padahal, penerapan pictorial health warning (PWH) tersebut merupakan kewajiban bagi kalangan industri rokok.

Dari 3.555 item rokok, hanya 873 item atau sebanyak 24.56 persen yang mematuhi aturan main dari pemerintah. Sementara, sisanya 75.44 persen masih belum mengikuti aturan tersebut.

Angka tersebut merupakan hasil pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap 291 sarana perindustrian rokok sejak akhir Juni 2014 lalu. Sebanyak 214 produsen rokok, 40 distributor, 35 ritel, dan 2 importir telah diaudit BPOM hingga pertengahan Agustus.

 

BPOM sebagai lembaga pengawas tidak memiliki kewenangan penuh untuk melakukan tindakan hingga menghentikan kegiatan produksi dan mencabut izin edar. "Itu di luar kewenangan BPOM," ujar Kepala BPOM, Roy Sparrringa, kepada Republika, di Jakarta, Selasa (19/8).

 

Menurut PP 109 Pasal 60 yang menyebutkan bahwa kewenangan BPOM hanya berhenti pada melakukan teguran lisan, teguran tertulis, meminta penarikan produk, meminta penghentian sementara kegiatan produksi, dan menulis rekomendasi penindakan lebih lanjut kepada instansi terkait.

 

Sementara itu, lembaga terkait yang ditunjuk untuk menerima rekomendasi dari BPOM belum terbentuk. "Lembaganya masih dalam proses," kata Roy.

Sementara itu, kebijakan pemasangan gambar seram pada bungkus rokok sejak Juni 2014 lalu ternyata efektif mengurangi penggunaan rokok.

Buktinya, penjualan rokok menurun. Ketua Umum Gabungan Perserikatan Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Sumiran membenarkan kebijakan tersebut berdampak pada penjualan.

Penjualan rokok pada semester I 2014 mengalami penurunan sebesar tiga persen. "Belum pernah penjualan rokok mengalami penurunan sebelumnya," ujar Ismanu kepada Republika, Selasa (19/8).

Penjualan menunjukkan tren meningkat, apalagi dengan adanya pesta demokrasi, pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres), dan perayaan Idul Fitri. Namun, tahun ini hal sebaliknya terjadi. Jelas, penerapan gambar seram memberikan dampak minus terhadap penjualan rokok. Pada Lebaran tahun lalu, penjualan rokok mengalami peningkatan sebesar enam persen.

Sejumlah aturan dan kebijakan dari pemerintah telah membuat industri rokok mengalami kerugian. Selain penggunaan gambar seram, industri rokok juga telah ditahan ekspansinya dengan penerapan pajak sebesar 10 persen dan menyempitnya ruang merokok. Ditambah cuaca yang kurang bersahabat, Ismanu pesimistis tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya.

Dari tahun ke tahun, pabrik rokok semakin berkurang jumlahnya. Pada 2005, terdapat lebih dari 5.000 pabrik rokok yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada awal 2013, jumlahnya tinggal 1.700. Hari ini hanya terdapat 700 pabrik rokok, baik yang rumahan maupun beskala besar. "Itu pun yang beroperasi hanya 100 pabrik," kata Ismanu.

Meskipun berdarah-darah, industri rokok terus mencoba untuk berkinerja baik. Ismanu mengatakan, tahun ini diharapkan pabrik rokok dapat memperoleh pertumbuhan yang setidaknya sama dengan tahun lalu.

Gappri telah meminta pemerintah untuk memberlakukan status quo. Artinya, tahun depan tidak ada perubahan sistem dulu untuk industri rokok dan tidak ada kenaikan cukai. Jika tidak, akan semakin banyak industri rokok tradisional yang gulung tikar. "Indonesia satu-satunya yang masih memproduksi rokok tradisional. Negara lain sudah kemasukan produk asing," kata Ismanu. friska yolandha ep:ed: zaky al hamzah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement