Senin 18 Aug 2014 17:21 WIB

Sebagian Bank Menengah Kesulitam Likuiditas

Red:

JAKARTA — Bank Indonesia (BI) mencatat beberapa bank menengah membutuhkan likuiditas. Hal Itu diperlukan agar bank dapat terus menyalurkan kredit. Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, beberapa bank yang membutuhkan likuiditas merupakan bank dari bank umum kegiatan usaha (BUKU) 2 dan 3.

"Mereka harus hati-hati. Kalau terus melakukan ekspansi tapi tak tersedia dananya, mereka terpaksa harus melakukan kenaikan suku bunga simpanan atau kredit," ujar Halim beberapa waktu lalu. Hal tersebut, kata Halim, akan memengaruhi kualitas kredit yang mereka berikan.

Secara permodalan, ketegori BUKU 2 adalah bank dengan modal senilai Rp 1 triliun sampai Rp 5 triliun. Sedangkan, kategori BUKU 3 memiliki modal Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun.

Halim menambahkan, BI telah berkoordinasi dengan OJK untuk menangani masalah ini. Ia menilai bank-bank tersebut perlu tambahan modal dan likuiditas. "Konsolidasi juga perlu dalam situasi seperti ini," katanya. Untuk saat ini, bank-bank tersebut harus memangkas kreditnya.

Secara umum, likuiditas perbankan telah membaik dalam dua bulan terakhir. Pada kuartal II 2014, dana pihak ketiga (DPK) tercatat tumbuh 13,7 persen. Perbaikan berasal dari ekspansi rekening pemerintah dan besarnya arus modal masuk.

Halim mengatakan, posisi likuiditas yang ditempatkan di BI juga meningkat. "Ini cerminan likuiditas yang belum dipakai bank," ujarnya. Ia memprediksikan DPK pada akhir tahun dapat tumbuh sebesar 14-15 persen.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, stabilitas sistem keuangan masih solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang kuat.

Pada akhir kuartal II 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, yakni sebesar 19,40 persen, jauh di atas ketentuan minimum delapan persen.  Sedangkan, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran dua persen.

Untuk pertumbuhan kredit kepada sektor swasta melambat menjadi 16,6 persen (year on year/ yoy), lebih rendah dari pertumbuhan akhir kuartal I 2014 sebesar 19,1 persen (yoy).  "Sejalan dengan proses penyesuaian dalam perekonomian," kata Agus.

Kredit melambat

Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan pada akhir tahun hanya sebesar 15 persen. Angka tersebut berada di batas bawah target kredit yang ditetapkan BI, yakni sebesar 15-17 persen.

Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, perlambatan pertumbuhan kredit tersebut sejalan dengan moderasi pertumbuhan ekonomi. BI juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di batas bawah 5,1-5,5 persen. "Dengan moderasi pertumbuhan ekonomi, kredit pun akan mengikuti," ujarnya.

Menurut Halim, dalam kondisi seperti sekarang, bank-bank sebaiknya tidak terlalu ekspansif agar risiko kredit dapat terjaga. Hingga saat ini, rasio kredit bermasalah (NPL) masih terjaga di level dua persen.

Beberapa sektor memang mengalami kenaikan, seperti di subsektor perdagangan dan sebagian sektor unit mikro kecil menengah. Namun, Halim mengungkapkan bahwa hal tersebut bersifat sporadis. "Bukan gejala yang terjadi secara luas. Ini terkait kesehatan nasabah," katanya.

Ia memperkirakan bahwa NPL akan tetap berada pada level dua persen hingga akhir tahun. Perkiraannya tersebut berdasarkan simulasi yang dilakukan BI. Dalam simulasi tersebut, setiap penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen, NPL akan meningkat 0,1-0,2 persen. "Dampak kegiatan ekonomi terhadap NPL di Indonesia tak terlalu besar. Risiko kredit sektor perbankan di Indonesia terkendali," ujar Halim.

rep:satya festiani ed: teguh firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement