Jumat 15 Aug 2014 16:00 WIB

Pontang-panting Bongkar Kotak Suara

Red:

Proses sidang perselisihan hasil pemilu presiden di Mahkamah Konstitusi (MK) menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus menambah bukti yang harus dihadirkan ke persidangan. Terakhir, Ketua MK Hamdan Zoelva meminta KPU menyerahkan bukti daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih tambahan (DPTb), daftar pemilih khusu (DPK), dan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) dari seluruh TPS di Indonesia.

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, KPU harus bekerja lebih keras. Lantaran, bukti dokumen yang disiapkan sebelumnya hanya terkait permohonon yang diajukan pihak pengadu Prabowo-Hatta.

"Sekarang, sedang berjalan (pengumpulan bukti), masih banyak yang harus dikejar. Berat sekali pekerjaan itu, siang malam kami bekerja," kata Hadar saat skorsing sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Aula Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (14/8).

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:RAHMAD/ANTARAFOTO

Anggota komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) membuka kotak suara mengambil dokumen Pemilihan Presiden di kantor KIP Aceh Utara, Provinsi Aceh, Minggu (3/8).

 

Perintah MK, lanjut Hadar, membuat KPU harus membongkar kotak suara di 479.183 tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia. KPU harus mengumpulkan dokumen terkait jumlah pemilih, daftar hadir pemilih dalam formulir C7, dan keterangan pindah memilih dalam formulir model A5.

Hadar memperkirakan, dokumen yang dikumpulkan jumlahnya sangat banyak. Apalagi, jika semuanya harus dibawa ke Gedung MK di Jakarta. "Kalau dibawa semua mungkin overweight pesawatnya. Dibawa, disegel, belum lagi ada yang harus dibawa dengan kapal laut," ungkap Hadar.

Meskipun pengumpulan dokumen menjadi kewajiban KPU, menurut Hadar, proses penyiapan bukan pekerjaan yang mudah bagi KPU dan jajaran di bawah. Karena, pengumpulan harus dilakukan dalam waktu yang singkat. "Semua Indonesia terkaget-kaget, banting tulang siang-malam. Ada yang sudah terkapar," ujar dia.

Karena itu, lanjutnya, KPU juga mengupayakan mengambil sebagian data dari sistem informasi daftar pemilih (sidalih). Seperti, DPT dan DPK. Untuk mengantisipasi jika pengumpulan dokumen fisik di Jakarta, tidak semuanya terpenuhi. Jika, memang tenggat waktu yang disediakan MK telah habis. "Kami berusaha seberapa dapatnya saja. DPT dan DPK kami ambil dari sidalih," jelasnya. 

Sebenarnya, Hadar melanjutkan, pengumpulan bukti ini sangat terkait dengan perintah pembukaan kotak suara sebelum sidang dimulai. KPU ingin mengikuti proses persidangan dengan baik. Salah satu caranya, dengan mengupayakan semua bukti bisa disediakan.

"Jadi, di sinilah sebenarnya kami ingin kotak dibuka duluan. Ternyata, pembukaan kotak yurisprudensinya pernah dilakukan di beberapa pilkada. Bukan karena KPU panik atau ada niatan buruk," ujar dia.

Hingga saat ini, jajaran KPU dari provinsi dan kabupaten/kota masih dikumpulkan di Hotel Novotel, Jakarta Barat. Selain memberikan kesaksian di sidang MK, beberapa juga menyiapkan bukti untuk sidang di DKPP. rep:ira sasmita ed: muhammad fakhruddin

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement