Jumat 15 Aug 2014 14:00 WIB

Parpol Lepas Tangan

Red: operator

Pembentukan daerah otonomi yang mestinya untuk kesejahteraan rakyat diselewengkan eksekutif dan elite parpol.

JAKARTA --Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan data bahwa ribuan legislator di DPRD terjerat ka sus korupsi. Pihak parpol enggan disalahkan atas kecenderungan tersebut.

Ketua DPP PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, mengatakan, kontrol pada parpol hanya bisa dilakukan dalam skema sanksi secara politik. Itu pun setelah ada putusan dari pengadilan.

"Pencegahan itu bisa dilakukan pemerintah pusat dan daerah karena itu ter kait uang APBN dan APBD," kata Eva, Kamis (14/8).

Ia menyinggung temuan Kemendagri bahwa sebagian besar ang gota DPRD yang terlibat korupsi terkait penyalahgunaan dana hibah dan bantuan sosial (bansos).

Menurut Eva, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melarang kebijakan hibah dan bansos, tapi terus diterapkan pemerintah daerah.

Sebab itu, menurutnya, pemerintah daerah dan pusat yang lebih berwenang mengawasi potensi korupsi anggota DPRD. Menurut dia, parpol tidak punya kewenang an signifikan dalam mencegah korupsi karena keberadaannya di luar sistem APBN/APBD.

Ketua DPP Golkar Aziz Syamsudin juga menyatakan, masih maraknya korupsi di antara anggota DPRD bukan salah parpol. Ia mene gaskan, setiap parpol tentu memiliki proses kaderisasi dan rekrutmen caleg.

Selain itu, tidak ada parpol yang menginstruksikan kadernya untuk melakukan tindakan korupsi sehingga hal tersebut dianggap sebagai persoalan individu. Persoalan pelanggaran hukum oleh anggota dewan menurutnya adalah ranah penegak hukum.

Ketua DPP Hanura Yuddy Chris nan di mengatakan, partainya telah melakukan proses rekrutmen dan seleksi sebelum menjadikan kadernya sebagai calon legislatif.

Selain itu, disiapkan juga sanksi serta hukuman tegas bila ada anggota dewan yang terjerat kasus hukum.Menurut Yuddy, dalam partainya, kader yang diduga terlibat kasus pidana, langsung dicopot jabatannya dan diberhentikan sebagai kader. Sistem pengawasan partai, menurutnya, juga bekerja bila ada laporan dari masyarakat.

"Kalau Hanura, ada badan pengawas yang proaktif. Mereka bekerja saat menerima laporan, lalu melakukan investigasi dan me nyidangkan kader yang diduga terlibat kasus itu," kata Yuddy.

Dia menambahkan, untuk mencegah adanya kasus korupsi di kalangan anggota dewan, parpol harus melakukan sistem kaderisasi yang ketat dan pembinaan kepada mereka. Paran partai sangat penting dalam meningkatkan pengawasan terhadap kader-adernya.

Sebelumnya, Kemendagri menca tat sebanyak 3.169 anggota DPRD terlibat dugaan kasus korupsi sepuluh tahun belakangan. Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Djohermansyah Djohan mengatakan, Kemendagri memang tidak berwenang mengawasi para anggota DPRD tersebut. Ia menyoroti sistem pengawasan yang seharusnya dilakukan partai politik (parpol) terhadap para kader serta pengurusnya yang berada di parlemen.

Menurut Djohermansyah, pengawasan pemerintah terhadap dana hibah dan bansos di daerah sudah terbilang ketat. "Di mana, uang yang diberikan harus sesuai nama dan alamat. Namun, memang banyak uang itu diberikan ke kolega dan relasi mereka. Makanya, perlu ada peran pengawasan masyarakat," kata Djohermansyah.

Selain itu, ada juga faktor penyelewengan tujuan penerapan otonomi daerah dalam aneka kasus korupsi tersebut. Fakta di lapangan, menurut Djohermansyah, tujuan dibentuknya daerah otonomi baru yang semula untuk menyejahterakan masyarakat justru disalahgunakan elite parpol.

Menurut dia, terjadi distorsi di mana kewenangan yang seharusnya hanya milik eksekutif justru melibatkan para anggota DPRD. rep:Andi Mohammad Ikhbal  ed:fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement