Kamis 14 Aug 2014 13:19 WIB
Pembangkit Listrik

PLN: 5 Pembangkit Listrik Terlambat Operasi

Petugas mengecek kelistrikan di Gardu Induk PLN, Cawang, Jakarta, Selasa (29/4).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Petugas mengecek kelistrikan di Gardu Induk PLN, Cawang, Jakarta, Selasa (29/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (Persero) memperkirakan lima proyek pembangkit berkapasitas total 6.000 megawatt (mw) yang memasok kebutuhan listrik di Jawa bakal terlambat beroperasi.

Direktur Konstruksi dan Energi Terbarukan PT PLN, Nasri Sebayang, mengatakan semula kelima proyek tersebut ditargetkan beroperasi antara 2016-2018. "Namun, bakal mundur karena beberapa hal," katanya di Jakarta, Rabu (13/8).

Kelima proyek yang bakal mundur tersebut adalah PLTU Mulut Tambang Sumsel 8, 9, dan 10 dengan total kapasitas 3.000 mw. Proyek-proyek itu mundur karena terkendala kepastian kabel transmisi yang mengubungkan Sumsel dan Jabar.

Kemudian PLTU Batang (Jateng) berdaya 2x1.000 mw, karena terkendala pembebasan lahan; dan PLTU Indramayu (Jabar) 1x1.000 mw karena terhambat izin bupati. Menurutnya, bila hal itu tidak diantisipasi, bakal terjadi krisis listrik mulai 2016.

Ia mengatakan, cadangan daya pembangkit yang ideal adalah 30 persen dari daya mampu. Saat ini, daya mampu di Jawa mencapai 31.400 mw. Dengan demikian, cadangan ideal mestinya sekitar 9.000 mw.

Sementara, beban puncak di Jawa mencapai 23.400 mw, sehingga hanya tersisa 8.000 mw atau 26 persen. "Tingkat reserve margin tersebut bakal terus turun karena pertumbuhan konsumsi listrik naik melebihi kapasitas pembangkit yang beroperasi," katanya.

Sementara itu, pengamat energi dari UI, Iwa Garniwa menilai tidak tepat terkait pembatasan kalori batubara dalam tender internasional PLTU mulut tambang Sumsel 9 dan 10 yang digelar PT PLN (Persero).

"Apabila yang membangun pembangkit adalah swasta atau memakai skema IPP (independent power producer), maka PLN tidak perlu menerapkan kebijakan pembatasan kalori, karena itu urusan IPP," katanya, Rabu.

PLN, menurut dia, hanya perlu mengetahui harga beli listrik per kWh yang ditawarkan peserta tender sudah kompetitif atau tidak. Berbeda, lanjutnya, jika pembangun pembangkit adalah PLN sendiri. "Maka, PLN memang perlu melihat kalorinya, karena terkait dengan besarnya emisi dan luas area untuk stok batubara," katanya.

Tender PLTU Sumsel 9 berkapasitas 2x600 mw dan 10 (1x600 mw) dilakukan dengan skema kemitraan pemerintah-swasta (KPS). Sejumlah investor dalam dan luar negeri sudah dinyatakan lolos proses prakualifikasi proyek dengan perkiraan investasi tiga miliar dolar AS tersebut.

Saat tahap prakualifikasi itu, peserta tidak dibatasi pada batu bara kategori tertentu. Namun, belakangan dalam dokumen tender "request for proposal" (RFP), peserta dibatasi hanya yang memiliki batubara di bawah 3.000 kkal per kg.

PT Bukit Asam (Persero) Tbk, salah satu peserta lolos prakualifikasi, mempertanyakan kebijakan pembatasan kalori batubara tersebut. Pembatasan tersebut dinilai bakal mengurangi kompetisi dan kredibilitas proses tender. "Kami sudah sampaikan ke PLN, untuk lebih 'concern' pada tarif listrik yang kompetitif dan bukan dengan membatasi kadar batubaranya," kata Sekretaris Perusahaan Bukit Asam, Joko Pramono. n antara ed: zaky al hamzah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement