Senin 04 Aug 2014 13:00 WIB

PM Australia Harus Minta Maaf

Red:

JAKARTA -- Perdana Menteri Australia Tony Abbott didesak untuk meminta maaf secara resmi kepada Pemerintah Republik Indonesia. Sebelumnya, Kedutaan Besar Australia di Indonesia telah mengeluarkan bantahan resmi juga permintaan maaf terkait pemberitaan keterlibatan Presiden SBY dan mantan presiden Megawati Soekarnoputri dalam kasus pencetakan uang yang disiarkan Wikileaks. Namun, hal itu dinilai tidak cukup.

Pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, tidak cukup hanya Kedubes Australia di Indonesia saja yang meminta maaf. ''Perdana Menteri Tony Abbott harus meminta maaf secara resmi kepada Pemerintah RI terkait tuduhan korupsi di Wikileaks kepada Presiden SBY dan Ibu Megawati,'' ujar Hikmahanto saat dihubungi Republika, Ahad (3/8).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:PRASETYO UTOMO/ANTARA

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) berjalan bersama Perdana Menteri Australia Kevin Rudd (kiri) seusai pertemuan bilateral di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/7).

 

Ia menyayangkan munculnya permasalahan ini. Pasalnya, hubungan antara Indonesia dan Australia belum pulih benar akibat insiden penyadapan yang dilakukan pihak Australia terhadap Presiden SBY, Ibu Ani Yudhoyono, dan sejumlah pejabat penting di Indonesia. Hikmahanto khawatir, jika Pemerintah Australia tidak meminta maaf secara resmi, hubungan kedua negara dapat memburuk kembali.

"Apalagi saat ini, Pemerintah RI dan Australia sedang dalam proses penandatanganan code of conduct untuk saling menghormati kedaulatan antarnegara, termasuk isu penyadapan,'' kata Hikmahanto.

Terkait ide kerja sama KPK RI dan Australia, Hikmahanto memandang hal itu tidak perlu dilakukan. Menurutnya, Kedubes Australia di Indonesia sudah meminta maaf dan menyatakan Presiden SBY dan Ibu Megawati tidak terlibat dalam dugaan korupsi itu. Jadi, penyelidikan dugaan kasus korupsi seperti dituduhkan Wikileaks, Hikmahanto mengatakan, sepenuhnya adalah wewenang Australia untuk menyelidiki.

Wakil Sekjen PDIP Hasto Kristianto juga menanggapi klarifikasi yang dibuat Kedubes Australia di Indonesia terkait dugaan keterlibatan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam korupsi pencetakan uang negara. Menurut Hasto, klarifikasi tersebut memang sudah seharusnya dilakukan. ''Ya, wajarlah kalau Australia membuat klarifikasi seperti itu karena memang tidak benar," ujarnya.

Hasto mengatakan, sejak berembusnya kasus tersebut, PDIP tak pernah menghubungi pihak Australia untuk meminta mereka melakukan klarifikasi. Sebab, hal itu sudah diwakilkan oleh Presiden SBY yang namanya juga dicatut oleh Wikileaks sebagai salah satu tokoh yang ikut menikmati korupsi pencetakan uang. Presiden SBY, kata Hasto, sudah menyampaikan keberatannya secara resmi atas beredarnya berita tersebut.

Menurut Hasto, PDIP juga tak menyiapkan langkah khusus untuk menindaklanjuti hal itu. "Ya untuk apa, kan memang tidak benar," kata dia.

Lebih lanjut dia menambahkan, dugaan korupsi yang dialamatkan kepada Megawati sangat tidak berdasar. Sebab pada 1999, putri presiden pertama RI tersebut tidak berada dalam pemerintahan. Lagi pula, waktu itu pencetakan uang dilakukan oleh Bank Indonesia.

Seperti diketahui, situs Wikileaks melansir informasi yang menyebut SBY dan Megawati terlibat korupsi pencetakan uang kertas di Australia pada 1999. Selain SBY dan Megawati, Wikileaks juga menyebut 15 tokoh dunia lain yang diduga ikut terlibat dalam kasus tersebut.

Informasi yang dilansir oleh Wikileaks itu kemudian diberitakan oleh salah satu portal berita di Indonesia yang membuat Presiden SBY langsung memberikan klatifikasi. Pada Jumat (1/8), Kedubes Australia di Indonesia pun membuat klarifikasi yang menyatakan bahwa SBY dan Megawati tidak terlibat.  rep:halimatus sa'diyah/c57 ed: andi nur aminah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement