Kamis 24 Jul 2014 17:23 WIB

Ini Bukti Kecurangan Pilpres di Papua Versi Tim Prabowo-Hatta

Sejumlah anggota dari Republik Aeng-aeng dan Pasoepati memegang poster bertemakan pemilu damai saat aksi kampanye damai di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (6/4).
Foto: antara
Sejumlah anggota dari Republik Aeng-aeng dan Pasoepati memegang poster bertemakan pemilu damai saat aksi kampanye damai di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (6/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengungkapkan alasannya menolak hasil pilpres yang diputuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Antara lain, mengenai kecurangan pemilu di Papua. 

"Kasus terbaru kami temukan dalam bentuk kejanggalan yang sangat serius di Papua," kata penasehat relawan Prabowo-Hatta, Suryo Prabowo di Jakarta, Rabu (23/7).

Ia menjelaskan, kejanggalan di Papua terlihat dari perbandingan antara data Daftar Pemilih Tetap (DPT) versi KPU dengan jumlah penduduk Biro Pusat Statistik. 

Menurutnya, DPT KPU Papua sebanyak 3.028.568 (http://data.kpu.go.id/dptnik.php). Sementara data survei penduduk versi BPS sebesar 3.091.040 (http://papua.bps.go.id/index.php?hal=tabel&id=08001). Data keduanya diambil pada saat yang hampir sama, yaitu 2013-2014.

Masalahnya, kata dia, data BPS adalah jumlah penduduk total, termasuk bayi dan anak kecil. Sementara, DPT adalah warga negara yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah. Terlihat bahwa angka selisih sangat kecil yaitu hanya dua persen, yaitu sekitar 16.864 orang.

"Apa masuk akal, kalau di Papua, orang yang umurnya di bawah 17 tahun hanya dua persen dari masyarakat?" kata Suryo.

Secara teori, lanjutnya, data DPT itu sekitar 70 persen dari total jumlah penduduk. Ini sesuai dengan struktur demografi masyarakat. 

Dengan demikian, secara teori jumlah DPT di Papua hanya 2,1 juta jiwa. Atau, terjadi penggelembungan sebanyak hampir satu juta suara.

"Di sini terlihat bahwa kecurangan yang dilakukan KPU dengan menggelembungkan DPT sejak awal. Bahkan sejak pencoblosan pilpres belum dilakukan," kata Suryo.

Artinya, paparnya, keputusan yang dikeluarkan KPU terkait pemenang pilpres cacat sejak lahir. Upaya ini jelas menunjukkan kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, masif, dan sistematis. "Karena belum apa-apa telah terjadi pengelembungan suara oleh KPU," kata Suryo.

Pada kenyataannya, tambah dia, terdapat 14 dari 29 kab/kota di Propinsi Papua atau 48,3 persen kab/kota sama sekali tidak menyelenggaralan pilpres. Ini sudah diprotes oleh para saksi saat pleno tingkat provinsi Papua. Namun tidak mendapat respon dari KPU Pusat.

KPU Pusat menyebutkan hasil perolehan suara pasangan nomor satu Prabowo-Hatta 769.132 suara. Sementara pasangan nomor dua Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebesar 2.026.735 suara dengan total suara 2.795.867 suara atau 91,8 persen.

"Ini sangat fantastis karena tingkat partisipasinya yang 90 persen itu jauh di atas nasional yang 70 persen," kata Suryo.

Ia menuding, data ini semakin menguatkan dugaan adanya kecurangan. Sebelumnya, sebanyak 47 persen atau yaitu 5.802 TPS di DKI dianggap bermasalah.  

"Dua kecurangan besar di dua provinsi ini saja sudah membuktikan kalau pilpres 2014 tidak jujur dan cacat hukum. Karena itu, demi demokrasi dan rakyat Indonesia yang layak menerima pemilu yang jujur, kami minta pemungutan suara diulang," kata Suryo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement