Rabu 23 Jul 2014 21:57 WIB

Fahira: Pemilihan Ketua DPD Harus Steril dari Politik Uang

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Maman Sudiaman
Fahira Idris
Foto: ist
Fahira Idris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tidak diaturnya secara baku dan rinci mekanisme pemilihan pimpinan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dikhawatirkan rawan politik uang. Tidak seperti DPR yang terwakili oleh fraksi-fraksi, DPD diisi oleh individu-individu yang mewakili provinsi, di mana masing-masing provinsi diwakili empat orang.

Anggota DPD terpilih Daerah Pemilihan DKI Jakarta Fahira Idris mengatakan, di tengah kepercayaan masyarakat yang terus turun terhadap lembaga legislatif baik di Pusat maupun Daerah, idealnya DPD harus mampu menjadi saluran alternatif yang bisa dipercaya dan diandalkan rakyat Indonesia. Menurut Fahira, tidak diaturnya secara tegas mekanisme dan tata cara pemilihan pimpinan DPD, di dalam UU MD3 yang baru saja disahkan, dikhawatirkan rawan terjadi praktik politik uang.

“Intinya, terlepas dari mekanisme pemilihannya nanti, semua anggota DPD berhak untuk memilih dan dipilih menjadi pimpinan. Makanya, segala proses di DPD, termasuk nanti saat proses pemilihan pimpinan DPD harus terbuka dan transparan agar masyarakat percaya. Kita (DPD) harus steril dari politik uang,” ujar Fahira di Jakarta (23/07).

Fahira mengatakan, tata tertib pemilihan pimpinan dan syarat calon ketua yang nanti diputuskan oleh semua anggota DPD, harus bisa menutup semua celah terjadinya praktik politik uang. Karena tidak seperti DPR yang disekat fraksi-fraksi, Ketua dan Wakil Ketua DPD sebaiknya dipilih secara langsung dan terbuka.

“Terserah nanti teknis mekanisme penyaringan calon apakah berdasarkan sistem tiga wilayah (Indonesia Barat, Tengah, Timur), dipilih secara paket (ketua dan wakil ketua) atau sistem yang lain. Tetapi yang paling penting, prosesnya dipilih secara langsung. Artinya satu orang, satu suara,” jelas perempuan yang memperoleh suara terbanyak di DKI Jakarta ini.

Substansi yang paling penting dari pemilihan pimpinan DPD ini, lanjut Fahira, adalah sejauh mana  para pimpinan DPD nanti mampu memainkan perannya sebagai motor yang bisa membawa kepentingan daerah menjadi kebijakan nasional serta punya komitmen terus memperjuangkan kesetaraan antara DPD dengan DPR.

Pada kesempatan ini, Fahira juga menyampaikan kritiknya terhadap UU MD3 yang menghapus ketentuan terkait  keterwakilan perempuan pada posisi strategis di parlemen. “Menurut saya, ini sebuah langkah mundur. Di saat berbagai kementerian, lembaga negara, dan partai politik mempunyai kebijakan ketewarkilan perempuan, parlemen yang seharusnya menjadi contoh malah mengabaikan hal ini,” ungkap Fahira yang juga aktivis perempuan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement