Jumat 18 Jul 2014 12:00 WIB

B20 Dinilai Efektif Kurangi Konsumsi BBM

Red:

JAKARTA — Beban impor bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi semakin memberatkan pemerintah. Padahal, subsidi tersebut dianggap salah sasaran. Pemanfaatan biodiesel sebanyak 20 persen (B20) mulai 2016 dinilai bisa mengurangi impor BBM bersubsidi jenis solar.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, pencampuran solar dengan biofuel 20 persen merupakan peningkatan dari program sebelumnya. "Selama ini yang 10 persen sudah berjalan," katanya, Kamis (17/7).

Menurut Wacik, langkah ini dipercaya dapat mengurangi subsidi BBM. Itu karena beban negara terbesar berasal dari impor BBM subsidi yang di dalamnya termasuk impor premium, solar, serta minyak mentah. BBM disubsidi sebagian besar oleh negara hampir Rp 400 triliun. Wacik mengatakan, apabila subsidi dikurangi, bisa dialihkan untuk program kesejahteraan masyarakat yang lain.

Dia menjelaskan, pemerintah menyubsidi besar-besaran untuk penggunaan BBM. Masyarakat membeli dengan harga Rp 6.500, padahal harga keekonomiannya Rp 10.500. Alhasil, Rp 4.000 ditalangi oleh negara. Dia mengakui bahwa tugas negara untuk membantu orang miskin dan tidak mampu. Namun kenyataannya, orang yang memiliki mobil mewah juga menggunakan solar subsidi. Artinya, subsidi salah sasaran.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Rida Mulyana, mengatakan, pihaknya memperkirakan pemanfaatan biodiesel 20 persen bisa menghemat enam miliar dolar AS. Tahun ini, pemerintah mulai melakukan uji coba ketahanan kendaraan yang menggunakan biodiesel 20 persen.

Kementerian ESDM juga meminta produsen kendaraan untuk menyesuaikan spesifikasi mesin agar bisa sesuai ketika menggunakan B20. Pihaknya telah bekerja sama dengan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Merek kendaraan yang dilibatkan untuk penggunaan B20, di antaranya, Toyota, Chevrolet, dan Mitsubishi.

Biodiesel, kata dia, seluruhnya diproduksi secara mandiri mulai dari penanaman sampai dengan produksinya. Dengan begitu, ketergantungan terhadap asing bisa ditekan. Akhirnya, kedaulatan energi bisa dilakukan. Program ini akan disosialisasikan secara masif pada 2016.

Menteri Keuangan M Chatib Basri menyatakan, pemerintahan mendatang diharapkan tak ragu mengurangi subsidi BBM. Saat ini, produksi minyak (lifting) hanya menyentuh 830 hingga 870 ribu barel. Melihat konsumsi BBM juga terus naik, beban subsidi diperkirakan makin membengkak. Terlebih pada 2015, lifting minyak diperkirakan hanya sebesar 500 ribu barel.

Harga BBM, menurutnya, tidak boleh sepenuhnya diserahkan pada harga pasar. Pemerintahan mendatang sebaiknya mempunyai solusi jitu mengatasi persoalan BBM. Salah satu caranya bisa dengan menetapkan subsidi tetap untuk setiap liter BBM. Pemerintah juga tidak mungkin menaikkan harga BBM terlampau tinggi karena akan meningkatkan inflasi. Kenaikan harga pun harus dilakukan bertahap.

Realisasi penyaluran BBM bersubsidi hingga akhir Juni mencapai 22,9 juta kiloliter atau naik 1,3 persen dibandingkan dengan realisasi penyaluran pada periode yang sama tahun lalu. "Dengan melihat realisasi penyaluran BBM bersubsidi saat ini, tentunya diperlukan upaya yang ekstra agar kuota yang ditetapkan bisa dipenuhi," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir. rep:aldian wahyu ramadhan/meiliani fauziah  ed: fitria andayani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement