Rabu 16 Jul 2014 21:52 WIB
csr

Agar Bekas Kilang tak Jadi Kota Mati

Red:

Calico, salah satu kota di California, kini dikenal sebagai kota hantu. Pada 1800 kota ini memiliki tambang perak. Namun, semakin lama harga perak menurun. Perak bukan lagi komoditas yang menjanjikan kala itu sehingga kota ini pun ditinggalkan penghuninya. Apa yang dialami Calico juga terjadi di beberapa kota bekas tambang lainnya di negara lain, seperti Inggris dan Australia.

Tangguh Expansionas Community Team Leader British Petroleum Indonesia, Hidayat Alhamid, mengatakan, apa yang terjadi di "kota hantu" tersebut tidak boleh muncul di Tangguh, Teluk Bintuni, Papua Barat. Wilayah operasional kilang gas cair (LNG) yang terdiri atas kabupaten, distrik yang terfokus pada 11 kampung yang terkena dampak langsung (DAV) dan tiga wilayah relokasi (RAV) tak boleh menjadi kota mati jika suatu hari perusahaan migas Inggris ini tak beroperasi.

"Sejak awal, kami katakan bahwa ini perusahaan gas yang bisa pergi sewaktu-waktu, yang dilakukan adalah bagaimana ketika kami nanti pergi, Papua Barat tidak menjadi kota mati," kata Hidayat.

Membangun komunitas di luar pagar kilang alias masyarakat sekitar, sama sejahteranya dengan orang-orang di dalam kilang yang menjadi pendekatan pelaksanaan program CSR British Petroleum (BP). Ini bukan hal yang mudah. Datang ke Papua 10 tahun lalu, pekerjaaan besar untuk membuat masyarakat Teluk Bintuni tumbuh bersama bak proyek sosial yang tak pernah berakhir.

Kondisi masyarakat yang rata-rata tidak lulus sekolah dasar (SD) ini membuat mustahil membawa masyarakat tumbuh bersama BP. Teknologi di perusahaan migas yang serba canggih tak memungkinkan penduduk yang belum lulus SD untuk ikut serta. Terlalu memaksakan masyarakat sekitar bekerja di kilang justru membawa mudarat dibandingkan manfaat.

Tak ada pilihan lain, BP membangun agar masyarakat tumbuh bersama perusahaan. Namun, hal itu tidak mudah. Sebab, yang terjadi di Papua Barat, yakni adanya kesenjangan kebudayaan.

"Masyarakat asli ditargetkan mendapatkan manfaat yang lebih."

BP melakukan pendekatan agar masyarakat menabung dan membuat perencanaan untuk hari esok. Bertahun-tahun hal ini dilakukan hingga akhirnya pada 2013 lalu, transaksi antara masyarakat sekitar dan BP melalui jual beli sayur-mayur mencapai Rp 8,3 miliar di tujuh titik lokasi.

"Bagi kita mungkin berjualan sayur-sayuran sederhana, tapi bagi mereka di dunia peramu merupakansesuatu yang baru. Mereka menanam, menjaga, dan memanen serta menjualnya. Proses ini merupakan yang baru buat mereka," ujarnya.

Cegah ketergantungan

Ada satu prinsip dasar yang menjadi kunci pelaksanaan CSR di BP. Perusahaan ini tidak menginginkan peranan agresif di masyarakat menutupi peranan pemerintah daerah. Untuk mencegah hal itu, sejak awal BP meletakkan pemahaman bahwa perusahaan hanyalah mempercepat pembangunan, bukan menjalankan pembangunan masyarakat.

Program kegiatan boleh habis, namun jika suatu hari BP pergi, kata Hidayat, pembangunan harus berjalan. Ada dana pembangunan dari anggaran bagi hasil migas yang bisa digunakan untuk kegiatan berkelanjutan. Dana yang mencapai dua juta dolar AS itu kemudian akan dikelola melalui peraturan daerah khusus (perdasus). Sebesar 10 persennya akan dimanfaatkan untuk masyarakat adat.

Untuk memantau manfaat yang diperoleh masyarakat Papua, BP juga menggunakan positif discrimination. Program CSR mengutamakan penduduk asli setempat. Parameter keberhasilan program tak lagi diukur melalui pendekatan wilayah, tetapi pendekatan perorangan. Masyarakat asli ditargetkan mendapatkan manfaat yang lebih dibandingkan penduduk pendatang. Hal ini dilakukan untuk menjegah penduduk asli makin terpinggirkan oleh pendatang.

Mitra penggerak

Menjadi mitra penggerak pembangunan ekonomi desa juga merupakan salah satu fokus pelaksanaan CSR PT Pertamina. Di bawah payung Pertamina Sobat Bumi,  BUMN Migas ini memberikan perhatian khusus pada indeks pembangunan manusia (IPM), terutama di daerah tertinggal dan perbatasan dengan negara lain.

Coordinator Small Medium Enterprises (SME) and Social Responsibility Kuswandi mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan kampus-kampus untuk membantu mengirimkan guru di daerah terjauh. Pengiriman guru ini, menurutnya, penting untuk menjangkau daerah terpencil dalam mengejar ketertinggalan di sektor pendidikan.

Pertamina memberikan beasiswa kepada 117 mahasiswa di daerah dengan kriteria terjauh, terluar, dan terpencil. "Kita bekerja sama dengan kampus-kampus, seperti UNJ, untuk mengirimkan guru ke Papua," katanya red: dwi murdaningsih. ed:khoirul azwar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement