Rabu 16 Jul 2014 20:35 WIB

Defisit Transaksi Berjalan Naik

Red:

JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memprediksikan defisit transaksi berjalan kuartal II 2014 sebesar empat persen dari produk domestik bruto (PDB). Pemicu defisit, yakni tekanan impor bahan bakar minyak (BBM) yang masih tinggi. 

Gubernur BI Agus DW Martowardojo menyatakan, defisit transaksi berjalan akan mencapai sembilan miliar dolar AS. Neraca perdagangan migas cukup tinggi sehingga menekan transaksi berjalan. Ia memperkirakan defisit perdagangan migas kuartal II dapat mencapai 20 miliar dolar AS. "Oleh karena itu, impor migas masih harus diperhatikan," ujarnya, Selasa (15/7).

Defisit juga disebabkan oleh permintaan dari Cina yang melemah serta ekspor mineral Indonesia yang belum bisa diharapkan. Cina mengalami perlambatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi negara itu pada tahun ini diperkirakan hanya 7,4 persen. Padahal, tahun lalu bisa mencapai 7,7 persen.

Di sisi lain, negara tersebut tengah melakukan keseimbangan. Mereka akan mengandalkan energi hijau. "Itu berdampak pada negara berkembang, termasuk Indonesia," ujarnya.

Apalagi, ekspor komoditas Indonesia ke Cina cukup besar. Pada 2010-2011, ekspor Indonesia terbantu oleh periode supercycle, yakniharga komoditas meningkat tajam. Harga komoditas terkoreksi pada 2012.

Meskipun cukup tinggi, defisit transaksi berjalan kali ini lebih kecil dibandingkan defisit pada periode sama tahun lalu, yaitu 4,4 persen. BI pun memperkirakan defisit transaksi berjalan 2014 berada pada kisaran tiga persen. Agus berharap angkanya akan lebih rendah daripada defisit transaksi berjalan 2013.

BI juga memprediksikan neraca perdagangan Juni defisit sebesar 300 juta dolar AS. Tekanan impor BBM yang masih tinggi membuat pertumbuhan ekspor atau surplus neraca perdagangan nonmigas yang sudah menguat tak mampu mengimbangi neraca. Sehingga, kondisi neraca perdagangan defisit.

Agus mengapresiasi neraca perdagangan nonmigas yang mengalami surplus. Ekspor manufaktur Indonesia, seperti ekspor tekstil, benang, elektronik, kendaraan, dan perlengkapan kendaraan mengalami perbaikan.

Di sisi lain, ekspor sumber daya alam (SDA) Indonesia masih tertekan. Utamanya disebabkan oleh pelarangan ekspor mineral mentah dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Agus mengatakan, ekspor SDA menunjukan kondisi yang lebih baik jika dilihat dari bulan ke bulan, tetapi jika dilihat secara tahunan, ekspor SDA belum mengalami peningkatan.

Ia menyayangkan pemerintah yang terlambat melakukan proses reformasi struktural ketika harga komoditas masih tinggi. Padahal, dengan dilakukannya reformasi struktural, Indonesia akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan ke depannya.

Reformasi struktural akan membuat Indonesia dapat tumbuh sebesar 6,5 persen pada 2018. Tanpa reformasi struktural, perekonomian hanya akan tumbuh maksimal enam persen dengan risiko terjebak pada jebakan masyarakat berpenghasilan menengah. 

Asisten Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Muslimin Anwar mengatakan, terdapat tiga pilar yang akan dilakukan BI untuk mendukung reformasi struktural. Pilar pertama, yakni memperkuat basis pembiayaan pembangunan. Muslimin mengatakan, upaya yang dilakukan, yaitu mendorong transaksi repo antarbank.

Pilar kedua, meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Upayanya, yaitu menjadikan seluruh wilayah di Indonesia sebagai sebuah ekosistem inovasi berbasis industri. "Kita harus jadi bagian dari rantai nilai (//value chain//). Misal untuk barang elektronik, kita harus bisa memproduksi salah satu bagiannya, misal //chip//," ujarnya.

Pilar ketiga, yakni memperkuat kemandirian ekonomi nasional. Hal tersebut dapat terjadi apabila terdapat ruang fiskal. Adanya ruang fiskal akan mendorong produktivitas ekonomi dan pertumbuhan berkesinambungan. Oleh karena itu, siapa pun presiden dan tim ekonominya yang akan terpilih, diharapkan reformasi struktural bisa dipercepat. n ed: fitria andayani

-Defisit Transaksi Berjalan (Juni 2014) : 9 miliar dolar AS

-Defisit Negara Perdagangan (Juni 2014) : 300 juta dolar AS

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement