Senin 14 Jul 2014 17:50 WIB

Fadli Zon Laporkan Burhanuddin dan Denny JA ke Polri

 Fadli Zon bersama Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia Chandra Motik dalam acara 'Silaturahim dan Buka Puasa bersama Capres Cawapres' di Jakarta, Senin (30/6).
Foto: Antara
Fadli Zon bersama Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia Chandra Motik dalam acara 'Silaturahim dan Buka Puasa bersama Capres Cawapres' di Jakarta, Senin (30/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tim Pemenangan Prabowo-Hatta melaporkan dua peneliti survei, Direktur Eksekutif Lembaga Indikator Politik Indonesia (IPI), Burhanudin Muhtadi dan Direktur Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA ke Bareskrim Mabes Polri atas dugaan pelanggaran terkait pengumuman hasil hitung cepat Pilpres 2014.

"Tadi kami melaporkan Burhanudin Muhtadi dan Denny J.A untuk suatu tindakan yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap ketertiban umum. Kami melaporkan atas nama tim kampanye nasional Prabowo-Hatta," kata Sekretaris Tim Pemenangan Pilpres Prabowo-Hatta, Fadli Zon, di Jakarta, Senin (14/7).

Menurut dia, pada 10 Juli 2014 dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Burhanudin mengatakan bahwa bila hasil hitungan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) nanti berbeda dengan hasil hitung cepat lembaga survei, maka peneliti tersebut meyakini hasil hitung KPU salah.

"Kami menilai Burhanudin Muhtadi berpotensi melakukan pelanggaran karena mengatakan bahwa KPU salah bila hasil penghitungan suaranya tidak sesuai dengan hasil quick count (hitung cepat) lembaga surveinya," ujar Fadli.

Oleh karena itu, ia menilai pernyataan Burhanudin berpotensi menimbulkan masalah karena cenderung mendelegitimasi keputusan KPU tanpa melalui proses hukum terlebih dahulu. Fadli menekankan, berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2008, KPU adalah satu-satunya institusi resmi yang berwenang menetapkan hasil pemilihan umum.

Sebelumnya, pihak DPP Partai Gerindra dan Serikat Pengacara Rakyat (SPR) juga telah melaporkan Burhanudin Muhtadi ke Bareskrim Mabes Polri untuk perihal yang sama.

"Pernyataan Burhanudin itu tidak berdasar karena lembaga survei hanya melakukan hitung cepat terhadap hasil Pilpres dengan mengambil suara dari sejumlah kecil TPS sebagai sampel, sementara KPU melakukan penghitungan manual terhadap seluruh suara dari semua TPS di Indonesia," kata juru bicara SPR, Sahroni.

"Keputusan KPU harus selalu dianggap benar, kecuali jika MK (Mahkamah Konstitusi) menganulirnya berdasarkan gugatan salah satu pihak. Dalam kasus ini lembaga survei bukanlah salah satu pihak dalam pemilu sehingga tidak berhak menggugat KPU dan otomatis tidak dapat mengatakan KPU salah," ujar Sahroni

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement