Jumat 11 Jul 2014 14:21 WIB

Belajar Ukhuwah dari Ulama

Red:

Kekuatan umat Islam, yakni dalam ukhuwah. Sangat disayangkan jika ukhuwah Islamiyah retak hanya karena berbeda pilihan politik atau calon presiden.

Sebaik-baik teladan adalah para ulama. Ulama-ulama Indonesia telah memberikan contoh, betapa perbedaan pandangan politik tak menghalangi ukhuwah Islamiyah. Salah satu yang memberi teladan utama, yakni Buya Haji Abdul Malik Karim Amarullah (HAMKA).

Menurut penuturan anak Buya Hamka, Irfan Hamka, kepada Republika, sosok Buya Hamka selalu menjaga silaturahim dan hubungan baiknya dengan siapa pun. Ia tidak terjebak dengan berbagai macam paham dan kelompok yang ada.

"Ada anekdot yang mengatakan, Buya Hamka itu tokoh Muhammadiyah yang ada di NU. Sebaliknya, ada yang mengatakan, ulama NU yang ada di Muhammadiyah. Artinya, beliau membaur dengan siapa pun," kata Irfan kepada Republika, Rabu (9/7).

Di sanalah uniknya ajaran yang disampaikan Buya Hamka. Ia memosisikan diri sebagai jembatan yang menghubungkan dua paham tersebut.

"Buya Hamka ini kalau saya amati, masalah toleransi, beliau punya kiat sendiri. Beliau bisa membedakan mana furu’ (cabang) dan mana yang hakiki yang tidak bisa ditawar-tawar," ujar Irfan.

Ia mencontohkan ketika Buya Hamka berkunjung ke Pondok Pesantren Gontor untuk mengunjungi rekan-rekannya di sana. Buya Hamka terpaksa harus bermalam di kompleks pesantren tersebut.

Paginya, ketika hendak menunaikan shalat Subuh, para Kiai Gontor mempersilakan Buya Hamka mengimami shalat. "Beliau dipersilakan oleh Kiai Sahal dan Kiai Zarkasyi untuk imam. Saat itu, jamaah yang masih muda-muda itu gelisah. Karena di sana itu kan warga Nahdiyin ya, jadi Jumat Subuh itu tidak bisa ketinggalan qunut. Ternyata, Buya Hamka shalatnya memakai qunut," kata Irfan mengisahkan.

Buya juga sosok yang mudah memaafkan. Irfan mengisahkan, bagaimana sikap Muhammad Yamin yang sedemikian membenci Buya Hamka karena berlainan partai politik. "Mr Muhammad Yamin dengan Buya Hamka itu benci sampai tak mau bertegur sapa. Namun ketika sakit keras, Muhammad Yamin meminta Buya Hamka mendampingi ketika ia sakaratul maut."

Saat diminta, tak sedikit pun rasa dendam terukir di wajah Buya Hamka. "Ayo, kita berangkat!" ujar Irfan menirukan ucapan ayahandanya ketika itu yang langsung meluncur ke RS Gatot Subroto.

"Bayangkan, orang yang beliau benci ternyata adalah orang yang menuntunkan dua kalimat syahadat kepada Mr Muhammad Yamin itu. Orang yang membenci Buya bisa wafat ketika bersamanya dalam keadaan bersalaman," kata Irfan.

Demikian juga, kisah Buya Hamka dengan presiden pertama RI Sukarno. Karena kebencian politik, Buya Hamka dijebloskan ke penjara 2,4 tahun lamanya. Namu,n ketika Bung Karno sakit keras, justru Buya Hamka-lah yang diminta untuk mengimami shalat jenazahnya.

"Bung Karno berpesan, ‘Kalau seandainya saya wafat, tolong Buya Hamka yang menjadi imam shalat jenazahku.’ Jadi, sebelum Buya datang, itu belum ada orang yang shalat," ujar Irfan.

Kelapangan dada ketika menerima perbedaan dan ketulusan dalam memaafkan itulah salah satu ajaran Buya Hamka yang lekat di keluarganya.

Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) KH Zakky Mubarak mengatakan ikhlas merupakan kunci menjalin ukhuwah umat Islam.

"Para prinsipnya, cara berpikir kita harus jernih, yaitu lillah (karena Allah) dalam melakukan segala sesuatu. Selama itu ada maka riak-riak ukhuwah itu tidak ada masalah," kata Kiai Zakky.

Di samping itu, setiap Muslim juga dituntut untuk selalu menambah wawasannya tentang Islam. Islam yang hanya dipahami dengan singkat juga membuat riak ukhuwah itu kian tinggi.

"Saat ini, pemahaman agama banyak yang lebih mengutamakan sisi kulit-kulitnya saja. Mereka tidak sampai pada substansi Islam itu secara mendalam," ujar Zakky.

Pemahaman Islam yang hanya sebatas fikih pada suatu mazhab tertentu serta fanatik dengan suatu faham tertentu membuat umat Islam terkotak-kotak. Inilah yang kemudian memicu perselisihan. Padahal, ada nilai substantif yang ada pada Islam, seperti kedamaian, bertoleransi, dan persaudaraan.

Jika ingin melihat bagaimana ukhuwah Islamiyah itu dibina, kita harus belajar dari para sahabat dan generasi-generasi Islam terdahulu. Menurut Kiai Zakky, para sahabat bisa menerapkan ukhuwah yang sedemikian indah karena niat mereka semata-mata karena Allah.

"Para sahabat itu niatnya karena Allah. Kalau karena Allah, tidak mungkin pecah. Kalau sudah tujuannya lain, pasti pecah," katanya tegas. Ia juga mencontohkan, bagaimana Para Wali Songo menyebarkan Islam di nusantara dalam waktu singkat. Tak kurang dari 50 tahun, Islam sudah tersebar di Pulau Jawa. Menurutnya, nilai-nilai Islam, seperti kedamaian, kerukunan, dan toleransi itulah yang diperlihatkan sehingga menarik orang untuk masuk Islam.

Sedangkan di tubuh umat Islam saat ini, sering sekali terlibat pertikaian. Satu sama lain saling menghujat. Hal itu disebabkan pemikiran yang sudah terkontaminasi dengan kepentingan duniawi.rep:hanna putra ed: hafidz muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement