Senin 07 Jul 2014 12:00 WIB

PILPRESNOMIK- Tingkatkan Produksi Bahan Baku

Red:

Bisnis unggas memasok daging ayam dan telur untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di seluruh Indonesia. Bagaimana kondisi bisnis unggas dan bagaimana harapan pengusaha unggas untuk pemerintahan ke depan? Berikut cuplikan wawancara wartawan Republika dengan Ketua Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI), Don P Utoyo.

Bagaimana kondisi bisnis unggas di Indonesia?

Secara umum perunggasan di Indonesia terus tumbuh. Bahkan, sangat mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Karena ketahanan pangan bukan hanya pemenuhan karbohidrat, seperti beras dan lain sebagainya. Tanpa gembar-gembor, peran komoditas perunggasan telur dan daging ayam broiler telah lama swasembada.

Bagaimana tingkat konsumsi telur dan daging ayam broiler masyarakat Indonesia?

Tingkat konsumsi telur di Indonesia baru sekitar 6,5 kg sampai tujuh kg per kapita per tahun (sekitar 100 - 110 butir per kapita per tahun). Sedangkan, daging Broiler sekitar sembilan kg per kapita per tahun. Pertumbuhan tingkat konsumsi cukup cepat dan tren kenaikan produksi cenderung menanjak sekitar 10 persen per tahun atau lebih.

Tapi hal itu juga tergantung tingkat pertumbuhan ekonomi negara, tingkat dan sebaran pendapatan, tingkat pendidikan, serta kepahaman masyarakat. Telur dan daging ayam menjadi sumber asupan protein hewani yang cukup dan berkualitas untuk memaksimalkan perkembangan sel-sel otak yang memengaruhi kecerdasan. Realita empirisnya, dengan asupan gizi yang semakin baik, terbukti bahwa pertumbuhan fisik anak-anak semakin baik, sehat, dan cerdas.

Apa saja kendala yang dihadapi pengusaha dalam bisnis perunggasan?

Pertama, ukuran usaha dan efisiensi. Peternakan ayam milik para peternak Indonesia relatif kecil dan sulit mencapai efisiensi sehingga biaya produksi jadi lebih mahal.

Sebaiknya para peternak kecil berkolaborasi, menghimpun suatu usaha bersama skala, membangun kandang-kandang tertutup (close house) milik bersama, modalnya dari skim kredit bunga subsidi. Misalnya saja, di Malaysia skim bunga cukup rendah, kurang lebih tiga persen hingga enam persen per tahun.

Kedua, biaya produksi dan input pakan yang mencapai 70 persen, yakni dari bahan baku Jagung, DDGS, SBM, PMM, FM, yang sampai saat ini masih harus diimpor pakai dolar Amerika yang kursnya terus naik.

Ketiga, masalah lingkaran spiral. Supply (S) dan demand (D) tidak merata sepanjang tahun. Lonjakan cenderung naik prapuasa dan penurunan pasca-Lebaran. Hal itu menimbulkan pasang surut lingkaran spiral yang semakin tahun makin membesar. Pada saat demand anjlok, harga ikut anjlok akibatnya peternak sering kali rugi sampai berbulan-bulan.

Bagaimana harapan pengusaha terhadap presiden terpilih dan pemerintahan ke depan?

Dari semua unsur, mulai pembibit, peternak, dan pedagang saling membutuhkan. Tiap-tiap pelaku harus mendapat profit atau keuntungan yang wajar. Bagi masyarakat, telur dan daging ayam aman dikonsumsi, tersedia di mana-mana dengan harga yang terjangkau. Jika semua merasa senang, jelaslah pemerintah yang tugasnya menjaga keseimbangan tersebut akan memperoleh benefit.

Jadi, sudah selayaknya jika pemerintah harus lebih meningkatkan dan memberi perhatian serta dukungan besar terhadap pertumbuhan komoditas-komoditas perunggasan ini. Salah satunya dengan memacu produksi bahan baku dari dalam negeri, terutama jagung agar mengurangi ketergantungan impor. rep:c87 ed: muhammad fakhruddin

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement