Jumat 04 Jul 2014 16:00 WIB

Bubur India Takjil Legendaris Masjid Pekojan

Red:

Bakda Ashar, seorang pria berkopiah putih sibuk mengisi ratusan gelas kosong yang telah tertata rapi di beranda Masjid Jami' Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Semarang, dengan susu cokelat. Tiap-tiap gelas plastik warna- warni ini bersanding dengan segelas air putih, semangkuk bubur bersayur serta dua buah kurma yang tersaji pada piring plastik kecil.

Saat matahari semakin condong ke barat, pria bernama Yunan Pahlevi itu telah menuangkan tiga teko besar susu cokelat. Sore itu, sebanyak 200-an gelas susu cokelat dihidangkan untuk melengkapi menu takjil utama di masjid itu.

Usai menyiapkan takjil tersebut, pria berusia 35 tahun itu pun menyempatkan berbincang dengan Republika. Ia mengatakan, Masjid Jami' Pekojan yang berlokasi di Jalan Petolongan, Semarang,  ini memiliki sajian takjil yang khas, yakni bubur india.

"Ada yang menyebutnya dengan bubur india, ada pula yang mengistilahkan dengan bubur koja, atau asal muasal moyang kami," ungkap Yunan. 

Bubur india bisa dikatakan sebagai takjil legedaris di Masjid Jami' Pekojan. Ya, karena bubur india telah disajikan sebagai takjil kepada para jamaah masjid tersebut sejak 120 tahun silam. Sungguh merupakan rentang sejarah yang sangat panjang.

Penyajian takjil ini bermula dari kebiasaan sejumlah warga keturunan Koja yang mengawali buka puasa dengan menyantap bubur di masjid yang berdiri di atas tanah wakaf dari Khalifah Natar Sab asal Gujarat tersebut. "Sebelum pulang ke rumah dari berdagang, mereka biasanya menunggu azan Maghrib di masjid ini," jelas pengurus Yayasan Wakaf Masjid Jami' Pekojan itu.

Nah, seusai menunaikan shalat Maghrib, mereka bersama-sama berbuka dengan bekal yang mereka bawa, yakni bubur. Di Semarang, warga keturunan India memang banyak bermukim di kampung Pekojan dan sekitarnya. ''Inilah awal mula tradisi takjil bubur india di Masjid Jami' Pekojan yang masih kami lestarikan hingga kini pada setiap bulan Ramadhan.''

Seperti bubur pada umumnya, bubur ini pun terbuat dari beras. ''Namun, resepnya unik dan khas,'' kata Achmad Pahlevi, pengurus lain dari Yayasan Wakaf Masjid Jami' Pekojan. Selain beras, bubur ini juga dibuat dengan menambahkan beberapa jenis sayuran seperti wortel, kol, daun bawang, dan seledri.

"Sedangkan, bumbunya terdiri dari kelapa, penyedap rasa, jahe, kayu manis, bawang merah, bawang putih, daun pandan, daun salam, lengkuas, dan serai," jelasnya.

Setiap harinya, kata Achmad, dibutuhkan sebanyak 14-20 kilogram beras dan 20 butir kelapa yang selanjutnya dibuat santan. Untuk mempersiapkan dan memasaknya memakan waktu sekitar 3,5 jam. 

"Karena itu, bakda zhuhur, bubur ini sudah mulai dimasak, sementara bumbu dan bahan bakunya dipersiapkan sejak pagi hari.''

Seperti apa cita rasa bubur ini? Rasanya gurih dengan aroma rempah yang cukup tajam. Banyak orang menyebut aroma bubur ini mirip gulai. Saat disajikan, bubur india khas Masjid Jami' Pekojan ditemani segelas susu cokelat hangat dan buah kurma sebagai pencuci mulut.

Bagi orang yang berpuasa, lanjut Achmad, bubur ini merupakan asupan yang sangat baik karena teksturnya lembut. "Semua kebutuhan untuk menyajikan takjil ini ditopang oleh para donatur yang disalurkan melalui Yayasan Wakaf Masjid Jami' Pekojan,"  katanya.

Kayu bakar

Selain menggunakan resep asli dari masa lalu, bubur india ini juga dimasak dengan tata cara yang sangat khas, di antaranya menggunakan kayu bakar, bukan kompor. Menurut Yunan, penggunaan sumber energi lain dikhawatirkan dapat memengaruhi cita rasa bubur ini.

Di masa lalu, bubur ini hanya dinikmati oleh warga keturunan Koja di Kampung Pekojan. Tapi kini, masyarakat dari berbagai kalangan dapat menikmati kelezatan sajian ini. Tak perlu repot-repot memasak sendiri, cukup datang dan berbuka bersama di Masjid Jami' Pekojan. Di sana, kaum dhuafa, musafir, dan warga setempat berbaur dan bersama-sama menikmati kelezatan bubur itu. Selain mereka, tak sedikit orang dari luar kota yang sengaja datang ke masjid ini untuk menikmati semangkuk bubur gurih yang dibuat berdasarkan resep berusia lebih dari seabad.

"Selama porsi pembuatannya mencukupi, pasti semua kebagian. Namun pernah, karena peminatnya terlalu banyak, tidak semua kebagian takjil ini," tutur Yunan. 

Adalah Muthia, warga Pekalongan, yang pernah sengaja datang ke Masjid Jami' Pekojan hanya untuk mengobati rasa penasarannya terhadap bubur india. Wanita berusia 29 tahun ini mengetahui informasi tentang bubur india dari cerita teman-temannya. Ia pun penasaran dan ingin merasakan kelezatan bubur tersebut di Masjid Jami' Pekojan.

Menurut dia, bubur ini sebenarnya tak jauh beda dengan bubur beras yang banyak dijual di berbagai tempat. Namun, Muthia tak menampik bahwa bubur india memiliki cita rasa yang khas. Aroma dan rasa rempahnya sangat kuat. ''Bubur ini juga sangat gurih karena diolah menggunakan santan.''

Berbuka dengan bubur india terasa nikmat dan lengkap karena disajikan pula kurma dan susu cokelat. ''Entah mengapa, perut ini langsung terasa kenyang, padahal hanya menyantap semangkuk bubur dan segelas cucu cokelat hangat.''

Maka, tak mengherankan jika Muthia selalu merindukan bubur india, takjil legendaris yang hanya ada di Masjid Jami' Pekojan. Bagaimana dengan Anda? rep:bowo pribadi ed: wachidah handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement