Kamis 26 Jun 2014 17:16 WIB

Masyarakat Bosan dengan Pencitraan Jokowi

Joko Widodo tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Selatan, Kamis (26/6).
Foto: Antara
Joko Widodo tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Selatan, Kamis (26/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Al Azhar Jakarta, Ziyad Alfalahi menilai, pencitraan yang dilakukan capres PDIP Jokowi, terlalu berlebihan. Hal itu rupanya berdampak pada masyarakat yang jenuh dan bosan, sehingga membuah elektabiltas Jokowi mentok, bahkan menurun.

"Dalam ilmu komunkasi, kesalahannya itu bermula dari kesalahan marketing. Pencitraan yang dilakukan Jokowi itu terlalu berlebihan, lama-lama masyarakat bosan," kata Ziyad, Rabu (25/06).

Menurut dia, kondisi itu tentu mempengaruhi para swing voters yang selama ini tidak begitu peduli dengan Pilpres 9 Juli mendatang. Masa mengambang, kata dia, berada di kalangan kelas menengah, di mana mereka itu merupakan kalangan yang terdidik. 

Sementara itu, Ziyad menilai, Jokowi belakangan ini tidak bisa menunjukan kapasitas dan kualitasnya dalam debat capres. “Dalam debat-debat sebelumnya menunjukkan kualitas Prabowo yang lebih unggul ketimbang Jokowi. Hal tersebut menjadi puncak kebosanan masyarakat terhadap Jokowi," ujarnya.

Karena itu, ia menyarankan, Jokowi harus mampu mengakui ketidakpahamannya. Dengan begitu, blunder yang selama ini dilakukannya dalam setiap dapat dapat sedikit teratasi. Sikap mantan wali kota Solo tersebut yang seolah mengerti padahal tidak, membuatnya semakin terlihat tak tegas. 

Dalam survei terakhir, Institut Survei Indonesia (ISI) yang dilakukan pada 15-21 Juni 2014, tingkat elektabilitas Prabowo mencapai angka 51,18 persen, sementara Jokowi 48,82 persen. Hasil survei tersebut menunjukan kualitas Prabowo dalam debat mempengaruhi pilihan pemilih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement