Kamis 26 Jun 2014 13:02 WIB

Ungkit Soal Gus Dur, Barat Disebut tak Ingin Prabowo Memimpin

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Prabowo Subianto (tengah) dan Hatta Rajasa (kanan) didampingi Abraham Samad
Foto: Aditya Pradana Putra/Republika
Prabowo Subianto (tengah) dan Hatta Rajasa (kanan) didampingi Abraham Samad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Capres koalisi Merah Putih Prabowo Subianto kembali menjadi sasaran 'serangan'. Kali ini mantan danjen Kopassus itu disebut pernah melontarkan kata tak pantas untuk Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Tuduhan untuk Prabowo itu muncul dalam tulisan jurnalis perang Amerika Serikat Allan Nairn. Dalam situs www.allannairn.org, Ahad (22/6), dia menuliskan hasil pertemuannya dengan Prabowo pada Juni dan Juli 2001. 

Allan menyebut jenderal purnawirawan bintang tiga itu mengecam Gus Dur dan melontarkan kata-kata yang menyerang secara fisik. Direktur Komunikasi dan Media Tim Pemenangan Nasional Prabowo-Hatta Rajasa Budi Purnomo membantah isi tulisan Allan. 

Ia menyebut Allan telah menyebarkan fitnah. "Prabowo sangat menghormati Gus Dur dan tidak pernah sekali pun dalam hidupnya, dalam konteks apa pun, mengucapkan kata-kata yang merendahkan martabat beliau," kata Budi, dalam keterangannya, Kamis (26/6).

Budi mengatakan, Allan merupakan jurnalis perang yang tidak mempunyai hubungan baik dengan TNI. Ia menyebut, jurnalis investigasi itu pernah tujuh kali masuk ke Indonesia secara ilegal. 

Pada 2010, menurut dia, TNI pernah menyatakan akan menangkap Allan jika diketahui kembali ke Indonesia. Dalam tulisan di blog, Budi mengatakan, Allan tidak menginginkan Prabowo menjadi presiden. 

Allan menyebut menawarkan Prabowo untuk menjadi sumber anonim untuk mengungkap sesuatu yang tengah ditelusurinya. Namun ia tidak mendapatkan itu dan mengaku malah terlibat dalam obrolan dengan tema lain. Ia menyebut Prabowo membicarakan banyak hal, antara lain mengenai Gus Dur.

Allan mengatakan telah mencoba menghubungi Prabowo untuk meminta izin membahas komentarnya dalam perbincangan 13 tahun lalu. Ia mengklaim tidak mendapatkan respon. Allan kemudian memutuskan untuk mempublikasikan tulisan dari komentar Prabowo. 

"Saya pikir kerugian yang saya hadapi ketika melanggar anonimitas yang saya janjikan ke Prabowo, tidak sebanding dengan kerugian yang lebih besar jika rakyat Indonesia pergi ke tempat pemungutan suara tanpa mengetahui fakta-fakta penting yang selama ini tidak bisa mereka akses," tulis Allan.

Budi menilai tulisan Allan itu secara eksplisit menyatakan adanya keinginan untuk menyudutkan Prabowo. Sehingga, Prabowo tidak menjadi presiden. "Salah satunya adalah dengan menuliskan fitnah mengenai pernyataan Prabowo soal Gus Dur," kata dia.

Menurut Budi, tulisan Allan merupakan bentuk kampanye hitam terhadap Prabowo. Ia menyiratkan adanya langkah terkoordinasi untuk menjatuhkan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu. 

"Pernyataan Allan Nairn adalah bagian dari black campaign yang terkoordinasi oleh sekelompok jurnalis asing yang tidak menghendaki Prabowo menjadi presiden," ujar Budi.

Bukan hanya itu, Budi pun menyoroti tulisan jurnalis Yenni Kwok dalam time.com, Rabu (25/6). Yenny menulis mengenai video dukungan musisi Ahmad Dhani terhadap Prabowo-Hatta. 

Seperti media Jerman Der Spiegal, Yenny pun menyoroti pakaian Dhani yang menyerupai seragam komandan pasukan elite Nazi. Time mengangkat judul This Indonesian Nazi Video Is One of the Worst Pieces of Political Campaigning Ever.

Dalam tulisan itu, Yenny pun mengutip tulisan Allan. Di mana Allan mengambil komentar yang disebut berasal dari Prabowo. "Do I have the guts? Am I ready to be called a fascist dictator? Musharraf had the guts." (Apa saya cukup punya nyali. Apa saya siap jika disebut 'diktator fasis'? Musharraf punya nyali). 

Prabowo disebut mengangumi sosok Pervez Musharraf dari Pakistan. Pada akhir tulisan itu Yenny, terpapar "Hopefully Indonesia won't get a chance to find out (Semoga Indonesia tidak pernah punya kesempatan untuk mengetahui itu). 

Budi mengatakan, tulisan Yenny secara terbuka menentang kemungkinan terpilihnya Prabowo sebagai presiden pada pilpres 9 Juli mendatang. Para jurnalis asing itu pun dituding tengah berupaya untuk menjatuhkan citra Prabowo. 

Ia mengatakan, berbagai isu dilontarkan pada mantan panglima Kostrad itu. "Karena dunia Barat tidak ingin Indonesia dipimpin oleh pemimpin yang kuat, bersih dan berani. Mereka lebih senang Indonesia tetap tertinggal negara-negara Asia lainnya dan juga negara-negara Barat," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement