Kamis 26 Jun 2014 12:49 WIB

10 Provinsi Paling Rawan pada Pilpres 2014 Versi Bawaslu

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
Daniel Zuchron
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Daniel Zuchron

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan, indeks kerawanan pemilu di tingkat provinsi memperlihatkan hasil berbeda dari kabupaten/kota. Artinya, bisa saja satu kabupaten ditetapkan IKP-nya tertinggi. Namun provinsi yang menanunginya tidak serawan kabupaten.

Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron mengatakan, 10 provinsi dengan IKP tertinggi adalah Jawa Barat dengan IKP 3,8. Kemudian Jawa Tengah (3,7), DKI Jakarta (3,6), Papua (3,3), Jawa Timur (3,2), Banten (3,2), Lampung (3,0), Nusa Tenggara Barat (3,0), Sumatra Barat (2,9), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (2,9).

Namun, kata Daniel, kerawanan tertinggi masih disumbang oleh persoalan DPT. Unsur potensi politik uang tertinggi terjadi di Sumatra Barat. 

"Mungkin kasat mata kita langsung mengasosiasikan politik uang tertinggi di daerah miskin seperti Papua. Namun berdasarkan data TNP2K, jumlah penduduk yang teridentifikasi miskin dan berstatus sebagai pemilih itu banyak didapati di beberapa kabupaten/kota di Sumbar," jelasnya.

Ia menjelaskan, tingkat kerawanan diukur berdasarkan tiga indikator. Pertama, dampak electoral popular vote. Inidikator ini merupakan hasil uji mutu terhadap daftar pemilih tetap (DPT) pilpres. Disebut popular vote karena pilpres menggunakan model satu orang satu suara. 

Indikator kedua, lanjut Daniel, adalah aspek pengawasan yang menilai tingkat kesulitan akses pengawasan terhadap sebuah daerah. Dinilai dari kondisi gepgrafis, sarana dan prasarana transportasi, serta akses sinyal telepon seluler.

Sementara indikator ketiga adalah potensi politik uang. Indikasi ini menilai tingkat kemungkinan terjadinya transaksi politik uang di sebuah daerah dengan mengukur prosentase kemiskinan sesuai dengan konsep Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afiffudin menambahkan, KPU harus mengumumkan berapa jumlah daftar pemilih tambahan (DPTb) dan daftar pemilih khusus (DPK) pada pileg yang ditetapkan sebagai DPT pilpres. Tujuannya, untuk memastikan tidak terjadi manipulasi DPT.

KPU juga harus menginformasikan jumlah surat suara yang dicetak untuk setiap kabupaten/kota hingga peruntukannya ke TPS. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement