Rabu 25 Jun 2014 12:00 WIB

Koordinasi Lembaga Zakat Dibenahi

Red:

JAKARTA — Zakat harus dikelola secara melembaga dan profesional sesuai dengan syariat Islam. Tentunya, pengelolaan harus dilandasi prinsip amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas. Dengan begitu, akan terjadi peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.

"Maka, kita mulai melakukan pembenahan dan pengawasan dimulai dengan memberlakukan perizinan bagi lembaga zakat," kata Kasubdit Pemberdayaan Lembaga Zakat Kementerian Agama (Kemenag), HA Juraidi, di Jakarta, Selasa (24/6). Maksud Juraidi, sekian banyak lembaga dan badan zakat yang bertebaran di Indonesia harus menempuh proses perizinan untuk memudahkan proses koordinasi dalam optimalisasi penyaluran zakat kepada kaum dhuafa. Selama ini, ia mengungkapkan, baru 18 lembaga zakat yang terdaftar di Kemenag.

Ia menjelaskan, penerapan kebijakan tersebut didasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang sudah diamandemen menjadi UU Nomor 23 Tahun 2011. Sebagai turunannya, sudah pula diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaaan UU Nomor 23 Tahun 2011. Karena itu, dengan adanya pengorganisasian lembaga zakat dengan mendaftarkan diri lewat Kemenag diharapkan dapat semakin memperkuat arsitektur pembangunan perzakatan nasional.

Mengenai teknis perizinan, Juraidi menambahkan, terdapat dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 18 Ayat 1. Dalam UU itu disebutkan, pembentukan lembaga amil zakat (LAZ) wajib mendapat izin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk menteri.

Adapun persyaratannya, LAZ harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Syarat selanjutnya, LAZ harus berbentuk lembaga berbadan hukum sesuai putusan MK Nomor 86/PPU-X/2012 tanggal 31 Oktober 2013. "Persyaratan tersebut adalah alternatif, bukan kumulatif," ujarnya.

Selain itu, LAZ juga telah mendapat rekomendasi dari BAZNAS, memiliki pengawas syariat, memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya, bersifat nirlaba, memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat, serta bersedia diaudit syariat dan keuangannya secara berkala.

Lebih lanjut soal laporan dan audit lembaga zakat, Kasubdit Pengawasan Lembaga Zakat Kemenag merangkap Wakil Sekretaris Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), M Fuad Nasar, mengatakan, norma terkait pengawasan lembaga zakat didasarkan atas kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah, kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku dalam negara, transparansi pengelolaan zakat, serta pertanggungjawaban secara berjenjang dalam pengelolaan zakat.

Meski begitu, Fuad menegaskan, posisi Baznas dan LAZ tidak dibedakan dalam kewajiban hukum untuk melaksanakan dan mematuhi peraturan perundang-undangan. Maka dari itu, jika Baznas dan LAZ melakukan penyimpangan dan pelanggaran, akan dikenakan sanksi sesuai perundang-undangan.

Namun, tetap saja Baznas sebagai lembaga pemerintah nonstruktural bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri, mempunyai otoritas khusus dalam otoritas pengawasan. Kewenangan tersebut meliputi pembuatan regulasi, kewenangan mengeluarkan izin mendirikan lembaga zakat dan mencabutnya, kewenangan mengangkat dan memberhentikan anggota Baznas, serta kewenangan melakukan audit syariah. "Baznas juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif bagi anggotanya yang melakukan penyimpangan," katanya.

Oleh karena itu, ia berharap pengelolaan zakat yang melembaga dalam satu sistem yang terintegrasi di seluruh Indonesia dapat memberikan keadilan dan kemanfaatan yang tinggi kepada masyarakat. Caranya, dengan mengedepankan peran Baznas sebagai lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional, dikelola secara profesional, amanah, dan dapat dipertanggungjawabkan. c78 ed: wachidah handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement