Selasa 24 Jun 2014 22:04 WIB

Ada Agenda Setting AS Saat Pilpes?

Rep: C92/ Red: A.Syalaby Ichsan
Prabowo dan Jokowi bersalaman sebelum memulai debat capres sesi ketiga di Jakarta, Ahad (22/6) malam WIB.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Prabowo dan Jokowi bersalaman sebelum memulai debat capres sesi ketiga di Jakarta, Ahad (22/6) malam WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Pengamat politik Umar S. Bakry mengatakan, permintaan Duta Besar Amerika Serikat Robert O Blake agar pemerintah Indonesia mengusut dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Prabowo Subianto merupakan bentuk intervensi asing terhadap kedaulatan Indonesia.

Menurutnya, hal tersebut dilakukan AS karena sudah berpihak pada Pemilu Presiden 2014. Dia pun menduga ada agenda setting dalam masalah ini karena permintaan AS dianggap sarat dengan muatan politis.

“Pemerintah Indonesia harusnya membuat statement bahwa masalah ini adalah masalah dalam negeri. Negara manapun tidak dapat campur tangan. Kita tidak boleh didikte, tidak diajari untuk menentukan apa yang terbaik untuk bangsa kita.” kata Umar saat dihubungi RoL, Selasa (24/6).

Umar menilai, sebagai negara besar dan super power, AS pasti mempunyai kepentingan untuk mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.“Tidak bisa dibantah AS punya kepentingan strategis.

Untuk memelihara kepentingan itu, AS tentu akan ikut bermain bagaimana menentukan masa depan kepemimpinan di Indonesia. Umar juga mengatakan, sudah bukan rahasia lagi jika selama ini AS selalu ikut campur tangan dalam masalah dalam negeri di berbagai negara.

Sebelumnya diberitakan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Robert Blake mengatakan pemerintah Indonesia harus menyelidiki tuduhan keterlibatan calon presiden Prabowo Subianto dalam pelanggaran atas hak asasi manusia (HAM) pada dasawarsa 1990-an.

Meski demikian, Blake buru-buru menambahkan jika pemerintahnya tidak memihak calon tertentu. “Namun, kami menganggap serius dugaan pelanggaran HAM dan menyerukan pemerintah Indonesia untuk sepenuhnya menyelidiki tuduhan tersebut,"ujar Blake lewat surat elektronik kepada Wall Street Journal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement