Selasa 24 Jun 2014 13:52 WIB
kesehatan

kesehatan- Serangan Virus Dengue

Red:

Indonesia yang terletak di daerah dengan iklim tropis ini sangat kondusif bagi penyebaran berbagai penyakit menular, salah satunya demam berdarah dengue (DBD). Kasus pertama di Indonesia terpantau muncul tahun 1968, tepatnya di Surabaya dan Jakarta.

Dari situ, virus dengue menyebar keseluruh pelosok Tanah Air dan menjadi endemis di kota-kota yang padat penduduknya. Tak jarang, serangan nyamuk pembawa virus dengue ini menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). "Dulu KLB besar terjadi setiap lima tahunan, tapi akhir-akhir ini terjadi setiap tahun," ungkap Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dirjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI, Prof Dr dr Agus Purwadianto SH MSi SpF(K).

DBD dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini menjangkit luas di banyak negara di Asia Tenggara. DBD merupakan penyakit musiman yang biasanya ditemukan pada musim hujan yang memungkinkan vektor penular, yakni nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, hidup di genangan air bersih. "DBD adalah penyakit akut yang ditularkan oleh nyamuk dan bersifat epidemik," jelas konsultan penyakit tropis dan infeksi dari RS Cipto Mangunkusumo, Dr dr Leonard Nainggolan SpPD.

Virus dengue terdiri dari empat tipe. Jika sudah kena DBD salah satu tipe, penderita akan kebal dengan virus tipe tersebut, tapi ia tidak kebal virus tipe lainnya. Jadi, ada kemungkinan terkena DBD tipe lain. Dari gigitan nyamuk hingga timbulnya gejala DBD berlangsung selama dua minggu.

Setelah itu, virus dengue memasuki masa inkubasi dan berada di darah penderita selama lima sampai sembilan hari. Jika daya tahan tubuh tidak mampu menetralisasi virus dengue, orang tersebut akan mengalami berbagai gejala DBD. "Demam tinggi mendadak, sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, nyeri tulang, hilangnya nafsu makan, mual-mual, dan ruam pada kulit merupakan gejala khasnya," jelas Leonard seraya memaparkan gejala pada anak-anak dapat berupa demam ringan yang disertai ruam.

Pendarahan pun dapat muncul akibat serangan dengue. Untuk mendeteksinya, dokter akan melakukan tes Tourniquet guna memeriksa kerapuhan kapiler. Penderita DBD yang mengalami pendarahan akan terlihat memiliki bintik kemerahan di kulit, mengalami mimisan atau perdarahan gusi, atau bisa juga terkena masalah saluran cerna berupa BAB berdarah atau kencing dan muntah darah.

Pemerikaan darah dapat memperkuat gambaran kondisi penderita DBD. Jumlah leukositnya rendah, kurang dari 5000 per milimeter kubik. Pada penderita DBD sering terjadi trombositopenia, yakni keadaan kadar trombosit di bawah rata-rata normal. Kondisi tersebut terjadi ketika jumlah trombosit kurang dari 100 ribu per milimeter kubik. Darah penderita DBD biasanya lebih pekat karena adanya peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi). Lantas, apabila dilakukan uji serologi dengue, hasilnya positif.

Setelah masa inkubasi, penderita DBD kemudian masuk fase akut satu sampai tiga hari dilanjutkan dengan fase kritis dengan periode yang sama. Dalam fase kritis biasanya terjadi kebocoran plasma. Akibatnya, air, gula, dan elektrolit dari dalam pembuluh darah merembes ke jaringan sekitarnya. Jika kebocoran tidak diatasi dengan baik, penderitanya akan mengalami gejala penyakit yang ringan, berat, atau bahkan kehilangan nyawa. "Jika kebocoran bisa dikendalikan pada fase pemulihan satu sampai dua hari, maka pasien bisa pulih. Tapi jika tidak, pasien bisa meninggal," ujar Leonard.

Oleh karena itu, pengobatan utama DBD adalah mengganti cairan akibat kebocoran plasma tersebut. Jika mencurigai anggota keluarga terkena DBD, berikan ia air yang mengandung elektrolit dan gula. Lantas, periksakan ia ke dokter.

***

Vaksin DBD

Untuk mencegah terjangkitnya DBD, Leonard menyarankan masyarakat untuk melakukan upaya menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Warga juga mesti memiliki pemahaman yang benar seputar demam berdarah dan cara menjaga daya tahan tubuh. Penanganan kasus yang baik, termasuk diagnosis dini dan pengobatan cepat dan tepat, serta program imunisasi juga sangat membantu pemulihan penderita DBD

Saat ini, Sanofi Pasteur tengah mengupayakan studi klinis untuk pengembangan vaksin dengue. Tentunya, pendekatan terpadu dalam pencegahan dan kontrol terhadap dengue menjadi penting untuk memenangi perang melawan virus ini. "Vaksinasi harus dilakukan dalam hubungannya dengan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian dengue lainnya," kata General Manager Vaccine Sanofi Pasteur Indonesia, Joko Murdianto, dalam konferensi pers SOHO #BetterU: Hari Demam Berdarah ASEAN, Selasa (10/6) lalu, di Jakarta.

Pembuatan vaksin sudah dilakukan sejak lebih dari 20 tahun. Saat ini, vaksin DBD sudah dalam tahap uji klinis kedua. Rencananya, jika sudah siap vaksin DBD bisa didapatkan masyarakat pada awal 2016. Tahap pertama, vaksin akan dipasarkan di Malaysia.

***

Korban Cilik

Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Prof Dr dr Sri Rezeki S Hadinegoro SpA(K), mengatakan angka kematian dengue saat ini telah menurun secara signifikan, dari 46 persen pada 1968 menjadi 1,2 persen pada 2013. Awalnya infeksi dengue hanya banyak mengenai anak-anak, terutama anak usia sekolah dasar. Sejak 2000, kasus dewasa muda mencapai 50 persen dari jumlah kasus keseluruhan.

Hal ini diperkuat dengan data Riskesdas tahun 2007 yang memperlihatkan pergeseran penyakit DBD yang semula dikenal sebagai penyakit anak-anak, tapi kini banyak ditemukan pada penderita dewasa. "Prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok umur 25 sampai 34 tahun," papar Sri dalam konferensi pers peringatan ASEAN Dengue Day 2014 yang bertajuk "Unity and Harmony menuju Jakarta Bebas DBD 2020",  Ahad (15/6) lalu, di Jakarta.

Walaupun demikian, angka kematian terbanyak tetap pada kelompok anak dibandingkan dewasa. Kepala Dinas Kesehatan Prov DKI Jakarta, Dr Dien Emawati MKes, mengungkapkan pada Juni 2014 ditemukan sekitar 5.891 kasus DBD. Penderita dengan jumlah terbesar adalah anak usia sekolah tujuh sampai 12 tahun. Sekitar 229 per 100 ribu orang.

Angka kesakitan (morbiditas) penyakit dengue belum menurun. Kecenderungannya justrus emakin meningkat dan penyebarannya pun semakin luas. Apabila dibandingkan dengan negara di kawasan Asia, Indonesia menjadi negara kedua terbesar dengan kasus dengue setelah Thailand yang kemudian diikuti Vietnam sebagai negara ketiga. Kejadian penyakit yang tinggi tentunya menyebabkan dampak pada biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, yang akan menjadi beban ekonomi keluarga dan negara. Kenyataan ini harus menjadi perhatian kita semua.rep:desy susilawati ed: reiny dwinanda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement