Jumat 20 Jun 2014 12:00 WIB

Bank Asing Biayai Infrastruktur

Red:

JAKARTA — Sejumlah bank asing menyalurkan pembiayaan untuk pembangunan infrastuktur kepada Indonesia Infrastucture Finance (IIF) sebesar 250 juta dolar AS. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun sejumlah infrastruktur penting, seperti pembangkit listrik, bandara, dan pelabuhan.

 

 

 

 

 

 

 

 

Presiden Direktur IIF Sukatmo Padmosukarso mengatakan, dana ini untuk meningkatkan akses yang lebih berjangka panjang untuk pembiayaan infrastruktur di Indonesia. Selain itu, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperluas lapangan pekerjaan.

"Pembiayaan ini adalah yang pertama kalinya dengan struktur jatuh tempo yang berjangka panjang di tengah kondisi pasar dunia yang bergejolak," ujarnya, Kamis (19/6).

Ia mengungkapkan, dana tersebut akan disalurkan untuk pembangunan ataupun perbaikan infrastuktur jalan tol, tiang telekomunikasi, pembangkit listrik tenaga air dan uap, bandara, serta pelabuhan. Sejak berdiri pada 2010, IFC telah menyalurkan pembiayaan senilai 204 juta dolar AS dan diharapkan meningkat menjadi 377 juta dolar AS pada akhir 2014.

"Pembiayaan ini merupakan sokongan bagi perusahaan dan membantu basis pendanaan kami," katanya.

Ia menyebutkan jumlah seluruh bank yang ikut serta memberikan bantuan pembiayaan tersebut mencapai 14 bank asing yang terdiri atas empat bank dari Jepang, empat Korea, dua Filipina, dan lainnya. Bank-bank ini semua dikoordinasi oleh Standard Chartered dan Deutsche Bank yang masing-masing mengambil porsi yang sama sekitar 40 juta dolar AS.

Selain dari bank, ia melanjutkan, dana tersebut berasal dari pemerintah negara-negara anggota International Finance Corporation (IFC) yang masing-masing mengambil porsi sekitar 52,5 juta dolar AS. Sukatmo mengatakan tenor pembiayaan lima hingga 15 tahun. Namun, ia mengupayakan penyerapannya bisa secepat mungkin, hingga satu atau satu setengah tahun.

Country Manager IFC di Indonesia Sarvesh Suri berharap pembiayaan tersebut bisa mendukung pembangunan infrastuktur yang berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi hijau di Asia Pasifik. "Investasi infratuktur di Indonesia baru mencapai tiga persen dari produk domestik bruto (PDB), dibandingkan India yang mencapai tujuh persen dan Tiongkok 10 persen," katanya.

Bahkan pada 2012, sebanyak 30 persen penduduk tidak bisa mengakses listrik. Menurutnya, investasi infrastuktur yang belum memadai bisa menurunkan perkembangan ekonomi. Kepala Institusi Keuangan Global Standard Chartered Bank Peter Heidinger berharap pembiayaan tersebut bisa dimanfaatkan secara penuh. Baik dengan melibatkan pemerintah maupun kerja sama pemerintah dan swasta (KJS).

antara ed: fitria andayani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement