Jumat 20 Jun 2014 12:00 WIB
samba 2014

Jogo Bonito- Devolusi Taktik, Evolusi Pemain, dan Revolusi Mental

Red:

Saya kira banyak yang sepakat bahwa kepulangan Spanyol yang jauh lebih cepat menandakan ada sebuah transformasi akbar mengambil tempat dalam perhelatan Piala Dunia kali ini. Sederhananya, guilotin untuk tiki-taka telah ditebaskan.

Yang menurut saya menarik, Belanda dan Cile menerapkan taktik serupa untuk mengandaskan Spanyol. Formasi 4-2-3-1 Spanyol yang juga ramai digunakan tim-tim besar lainnya di Piala Dunia kali ini sama-sama dihabisi oleh 3-5-2 Belanda dan Cile.

Dibanding 4-2-3-1 modern yang diterapkan Spanyol, formasi 3-5-2 adalah susunan yang lebih arkaik. Saat menyerang, posisi pemain dalam formasi itu mirip dengan susunan piramid yang muncul pada abad ke-19. Ada dua pemain bertahan murni yang tinggal di belakang, satu pemain bertahan tengah maju dan berbaur dengan dua pemain tengah bertahan (defensive midfielder) untuk mengantisipasi serangan balik, sementara dua sayap bertahan (wing back)  merangsek jauh ke depan membentuk lima pemain menyerang.

Yang dilakukan Belanda dan Cile dalam kadar tertentu adalah semacam devolusi taktik. Tinimbang merancang formasi baru untuk menjatuhkan dominasi 4-2-3-1, pelatih kedua tim menengok ke belakang dan mengadaptasi susunan kuno.

Evolusi pemain

Pertanyaannya kemudian, bagaimana bisa formasi lawas tersebut mengalahkan taktik yang jauh lebih modern. Jawaban yang patut dipertimbangkan adalah evolusi para pemain sepak bola terkini. Fisik dan peran para pemain bola modern pada klub-klub dan kekuatan besar sepak bola pada posisi masing-masing mengalami pergeseran signifikan sejak beberapa tahun belakangan.

Kita ingat, dahulu peran sayap kiri dan kanan adalah ranah para pemain tengah. Fungsinya yang paling fundamental, seperti yang dijalankan David Beckham: membuka ruang atau merangsek ke sayap kanan dan kiri pertahanan musuh,  kemudian mengirimkan umpan dari situ.

Saat ini, pemain sayap kiri dan kanan seperti Lionel Messi dan Mesut Oezil lebih kerap menusuk ke tengah pertahanan lawan dan menciptakan peluang dari situ. Arjen Robben yang biasa beroperasi  di samping malah diposisikan sebagi penyerang di Belanda.

Posisi yang mereka tinggalkan di sayap pertahanan lawan pada akhirnya jatuh pada wing back.  Bukan kebetulan, hampir semua tim besar yang memenangi pertandingan  perdana mereka pada Piala Dunia kali ini memiliki wing back yang bermain baik. Di Italia ada Matteo Darmian dan Giorgio Chiellini yang pada pertandingan lalu menunjukkan kelas di atas Glen Johnson dan Leighton Baines dari Inggris. Sementara Daley Blind bermain luar biasa membongkar pertahanan Cezar Azpilicueta saat Belanda mengalahkan Spanyol.

Perubahan peran tersebut hanya dimungkinkan dengan evolusi fisik pemain modern yang kini jadi jauh lebih kekar, lebih ligat, lebih trengginas, dan memiliki stamina lebih dibanding generasi-generasi terdahulu. Kompetisi panjang  dan latihan modern dengan metode saintifik membentuk mereka menjadi demikian.

Evolusi fisik dan peran para pemain modern tersebut kemudian memicu perubahan menarik lain yang kita saksikan pada Piala Dunia kali ini. Kendati kata-kata tersebut agak 'jorok' disebutkan dalam musim pilpres kali ini, tapi yang terjadi dalam gaya bermain dalam fase pertama Piala Dunia kali ini memang sejenis revolusi mental.

Ball possesion yang menjadi mantra sejak Spanyol mendominasi persepakbolaan dunia beberapa tahun lalu tak terlalu dipraktikkan. Mentalitas 'main aman' pada fase-fase awal Piala Dunia tak terlihat. Alih-alih, dengan pemain yang lebih cepat dan lebih cerdas, kita menyaksikan kick and rush modern. 

Jumlah operan yang dilakukan tim sebelum merangsek dengan cepat ke pertahanan lawan jadi lebih sedikit. Ujung-ujungnya, gaya bermain avonturis tersebut membuka jalan terciptanya banyak gol kali ini.

Kesimpulannya, seperti halnya ideologi, taktik sepak bola adalah sebuah siklus.  Sirkumstansi dan keadaan terkini pada akhirnya yang menentukan bagaimana ideologi atau taktik-taktik lawas tersebut diejawantahkan dan ditimbang ulang sehingga kemudian jadi relevan kembali.

Oleh Fitriyan Zamzami, Wartawan Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement