Selasa 17 Jun 2014 17:07 WIB

Kubu Jokowi-JK Ingin KPU Konsultasi ke MK

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
Joko Widodo (Jokowi) saat berkampanye di Solo, Jawa Tengah
Foto: ap
Joko Widodo (Jokowi) saat berkampanye di Solo, Jawa Tengah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengonsultasikan aturan penentuan presiden dan wapres terpilih ke Mahkamah Konstitusi. Yaitu, sebelum mengeluarkan keputusan sendiri melalui peraturan KPU.

"Pada intinya kami menyarankan kepada KPU untuk berkonsultasi ke MK terkait penafsiran atas Pasal 159 ayat 1 UU Pilpres nomor 42/2008 terhadap pasal 6A UUD 1945," kata petugas penghubung kubu Jokowi-JK dan KPU, Sudiyatmiko Aribowo, Selasa (17/6).

KPU berencana akan mengeluarkan kebijakan sendiri untuk menentukan mekanisme penentuan presiden dan wakil presiden terpilih. Namun, ia meminta KPU mempertimbangkan dampak atas aturan tersebut. Misalnya gugatan dari pasangan calon terhadap peraturan KPU. Hingga persoalan partisipasi pemilih dan biaya jika pemilu tetap dilakukan dua putaran meski diikuti pasangan calon yang sama.

"Ini terkait biaya dan kemudian antisipasi pemilih. Jangan sampai putaran dua hanya untuk rematch atau tanding ulang karena calonnya ada dua. Kalau putaran dua asumsinya kan ada calon yang gugur, tapi ini dari awal ada dua," ujarnya.

Menurut dia, perdebatan mengenai aturan konstutusi dan UU Pilpres saat ini merupakan antitesis dari amandemen UUD dan pembentukan UU Pilpres. Undang-undang mengasumsikan pilpres diikuti lebih dari dua pasangan calon. Serta tidak mengatur secara detail jika pemilu hanya diikuti dua pasangan saja seperti pilpres 2014.

Pasal 6A UUD 1945 mengatur mengenai, pasangan capres dan cawapres terpilih. Yaitu, yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilih umum dengan sedikitnya 20 persen di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

Regulasi soal sebaran suara di provinsi juga tertuang dalam UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres. Dalam pasal 159 ayat 1 disebutkan, pasangan terpilih mesti memperoleh suara lebih dari 50 persen dan sedikitnya 20 persen suara di setidaknya separuh dari total provinsi di Indonesia.

Karena itu, lanjut Sudiyatmiko, kubu Jokowi-JK memandang jalur konsultasi ke MK harus ditempuh KPU. Agar keputusan KPU tidak bertentangan dengan konstitusi dan UU Pilpres. Sehingga legitimasi hasil pilpres bisa diterima oleh semua pihak.

Di sisi lain, KPU telah memutuskan untuk menetapkan mekanisme penentuan presiden dan wapres 2014 terpilih melalui peraturan KPU. Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, setelah melakukan diskusi dengan pakar hukum, pakar politik, dan penggiat pemilu, KPU menyusun beberapa alternatif. 

Setelah dibahas dalam rapat pleno, KPU memutuskan alternatif untuk meminta bantuan MK untuk menafisrkan konstitusi dan UU Pilpres tidak akan ditempuh.

"Kami tidak menempuh langkah itu (uji tafsir ke MK). Sesuai pandangan KPU ini problemnya ketidaklengkapan undang-undang dalam menerjemahkan norma konstitusi, dan KPU diberi atribusi untuk melengkapi undang-undang dalam peraturan KPU," kata Ida.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement