Senin 16 Jun 2014 16:29 WIB

Tiga Langkah Reformasi Struktural

Red:

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 diperkirakan akan berada dalam kisaran 5,1-5,5 persen atau lebih rendah dari capaian 2013 yang tercatat sebesar 5,8 persen. Kinerja ekspor yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya menjadi faktor utama penurunan pertumbuhan ekonomi. Hal ini sebagai dampak dari kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah yang mulai berlaku Januari 2014, pemulihan ekonomi global yang masih belum berjalan sesuai dengan harapan, dan harga komoditas global yang terus menunjukkan pelemahan.

Pemulihan ekonomi global yang masih belum merata dan belum sesuai dengan harapan itu dapat dilihat dari perekonomian negara maju yang membaik, sementara perekonomian negara berkembang cenderung melambat. Perbaikan ekonomi global lebih ditopang oleh perekonomian negara maju, seperti AS dan Eropa, sebagai dampak stimulus moneter yang masih berlanjut dan tekanan fiskal yang relatif mereda.

Negara berkembang seperti Tiongkok, yang selama ini tumbuh tinggi dan menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia, justru tercatat mengalami perlambatan sejalan dengan kebijakan penyeimbangan (rebalancing) ekonomi di Negara Tirai Bambu itu yang semula berorientasi investasi menjadi konsumsi dapat mengurangi ekspor. Negara berkembang lainnya, seperti Rusia, Thailand, dan Argentina juga sedikit menurun disebabkan gejolak politik maupun faktor ekonomi di negara masing-masing.

Sementara itu, harga komoditas global masih cenderung menurun, khususnya pada komoditas karet, tembaga, dan batu bara. Salah satu pemicu berkurangnya tekanan kenaikan harga komoditas itu adalah pelemahan ekonomi negara Tiongkok yang selama ini paling banyak menyerap komoditas dunia. Penurunan permintaan di Tiongkok dipengaruhi realisasi Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok pada kuartal  I 2014 yang menurun sejalan dengan indikator indeks produksi yang cenderung melemah.

Perkembangan harga komoditas yang terus mengalami penurunan juga dipengaruhi oleh meningkatnya pasokan dari beberapa negara, misalnya, pasokan karet dunia yang meningkat tercatat berasal dari Thailand dan Malaysia serta upaya konversi energi dari batu bara ke shale gas di Amerika Serikat (AS) telah menyebabkan ekspor batu bara dari AS bertambah sehingga meningkatkan pasokan batu bara internasional.

Tantangan struktural

Meskipun demikian, pada 2015 pertumbuhan ekonomi akan lebih baik menjadi 5,4-5,8 persen dan dalam jangka menengah akan meningkat menjadi 6,0-6,5 persen pada 2018, dengan laju inflasi yang lebih rendah dan postur transaksi berjalan yang lebih sehat. Namun, perkiraan itu hanya dapat terwujud bila pemerintah mampu mengatasi setidaknya tiga tantangan struktural yang saat ini masih menyelimuti perekonomian nasional.

Pertama, tantangan struktur pembiayaan yang masih kurang mendukung proses pembangunan sehingga berpotensi mengganggu kesinambungan dan kualitas kegiatan ekonomi. Struktur pembiayaan saat ini masih diwarnai oleh biaya modal atau biaya dana yang cukup tinggi yang tecermin pada spread suku bunga kredit dan deposito yang relatif lebar sehingga tidak efisien. Ketersediaan sumber pembiayaan jangka pendek masih banyak bergantung kepada investor portofolio asing sehingga kerap memicu volatilitas harga di pasar sekunder.

Selain itu, pembiayaan perekonomian juga dihadapkan pada masih terbatasnya sumber dana yang bersifat jangka panjang melalui pasar obligasi yang relatif tertinggal dibandingkan negara di kawasan dan tingkat partisipasi dana pensiun atau asuransi yang masih rendah. Hal itu sebagaimana tecermin dari terbatasnya dana masyarakat yang terhimpun.

Kedua, tantangan terkait struktur produksi akibat tertinggalnya kemampuan sisi penawaran dalam memenuhi permintaan kelas menengah yang semakin kompleks sehingga dapat memengaruhi daya saing dan kemandirian ekonomi. Pesatnya perkembangan kelas menengah telah menggeser struktur permintaan barang dan jasa dalam perekonomian ke arah yang lebih bernilai tambah tinggi dan beragam yang meliputi barang-barang hasil manufaktur. Pergeseran struktur permintaan tersebut belum sepenuhnya diikuti oleh pergeseran pada struktur produksi di sisi penawaran. Struktur produksi dalam negeri pada banyak aspeknya masih berbasis sumber daya alam (SDA) primer dan industri padat karya berteknologi rendah.

Ketiga, tantangan penguatan modal dasar bagi pembangunan kapabilitas dan kapasitas industrial yang lebih tinggi. Salah satu modal dasar pembangunan tersebut adalah infrastruktur konektivitas, baik fisik maupun digital yang memadai, berkualitas, dan efisien. Dibandingkan dengan negara-negara di kawasan, kualitas infrastruktur konektivitas fisik dan digital di Indonesia masih relatif tertinggal sehingga biaya logistik di Indonesia dalam jangka menengah akan cenderung lebih tinggi dibandingkan negara-negara pesaing di kawasan. Jika tak mampu diatasi semenjak dini, daya saing perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu akan semakin tergerus.

Modal dasar pembangunan lainnya adalah ketersediaan sumber daya manusia dengan pendidikan tinggi dan terampil yang masih kurang sehingga produktivitas pekerja dan kapasitas absorpsi teknologi dalam perekonomian masih dirasakan belum optimal. Masih belum memadainya jumlah pekerja riset dalam bidang sains dan teknologi, juga dirasakan akibat rendahnya kegiatan penelitian dan pengembangan, baik yang dilakukan oleh swasta maupun pemerintah di Indonesia.

Kuantitas dan kualitas modal manusia yang kurang memadai berpotensi memperlambat proses peningkatan kapabilitas industrial dan kapasitas inovasi sektor-sektor industri domestik yang pada gilirannya berpotensi memperlambat proses migrasi Indonesia menjadi negara pemasok dalam rantai produksi barang-barang berteknologi menengah dan tinggi tingkat dunia tidak diatasi, proses perbaikan struktur transaksi berjalan dan peningkatan pendapatan per kapita akan berjalan lambat.

Reformasi struktural

Ketiga tantangan struktural tersebut dapat membatasi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan menghambat upaya negeri ini untuk bertransisi ke negara maju. Oleh karena itu, perlu ditempuh setidaknya tiga kebijakan reformasi struktural dengan tetap memperkuat disiplin kebijakan fiskal dan moneter dalam mengelola perekonomian.

Pertama, kebijakan struktural harus fokus pada upaya optimalisasi pengelolaan subsidi BBM, terutama karena porsi subsidi BBM energi dalam APBN yang cukup besar sehingga dapat mengganggu upaya memperkuat keberlanjutan pertumbuhan ekonomi ke depan. Besarnya subsidi BBM membuat ruang fiskal dalam mendorong produktivitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih sinambung jadi berkurang. Hal ini karena besarnya porsi subsidi BBM akan mengurangi porsi belanja modal dalam APBN yang notabene memiliki dampak lebih luas dan permanen pada fondasi pertumbuhan ekonomi. Berbagai studi menunjukkan tentang pentingnya peran belanja modal, termasuk pengeluaran infrastruktur dalam menopang perekonomian secara keseluruhan.

Kedua, kebijakan struktural perlu diarahkan dalam memperkuat basis pembiayaan pembangunan melalui upaya-upaya pendalaman pasar keuangan. Pendalaman di pasar saham dan obligasi perlu difokuskan pada pengembangan pasar obligasi dan perluasan basis investor domestik. Selain di pasar saham dan obligasi, pendalaman juga diperlukan di pasar uang dan valas yang belum dalam dan likuid.

Ketiga, kebijakan struktural dalam penguatan struktur ekonomi di sektor riil, khususnya penguatan struktur produksi agar dapat terintegrasi ke dalam rantai nilai global. Pemerintah harus melakukan upaya agar Indonesia dapat menjadi lokasi produksi barang antara dan atau perakitan barang akhir untuk kemudian diekspor kembali ke seluruh dunia dan atau dikonsumsi pasar domestik. Terkait dengan itu, pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang bersahabat sehingga banyak produsen global berteknologi menengah dan tinggi yang bersedia menempatkan fasilitas produksinya (off-shoring) di Indonesia.

Urutan grafis:

"    tabel pertumbuhan ekonomi

"    Grafik Perbandingan konektivitas digital antarnegara

"    Grafik Pangsa Belanja Subsidi terhadap Belanja Pemerintah

Oleh: Muslimin Anwar

Penulis Bekerja di Bank Indonesia; tulisan pendapat pribadi

ed: irwan kelana

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement