Senin 16 Jun 2014 16:29 WIB

Guru Mengaji Butuh Perhatian

Red:

JAKARTA -- Program pendidikan Alquran perlu diintensifkan di berbagai daerah, sehingga tidak ada lagi anak Muslim yang tidak bisa membaca Alquran. Langkah ini mestinya dibarengi dengan peningkatan perhatian pemerintah kepada para guru mengaji, terutama di pedesaan.

Dalam pandangan Wakil Menteri Agama Prof Nasaruddin Umar, selama ini perhatian pemerintah terhadap guru mengaji masih kurang. ''Guru ngaji sampai saat ini memang belum mendapat perhatian yang maksimal, hanya diberi Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu per bulan, mana bisa optimal?" katanya kepada Republika, Ahad (15/6).

Ia pun mengaku telah mengusulkan penggajian guru mengaji oleh pemerintah daerah atau pusat, tapi usulan tersebut belum dapat direalisasi. Hal tersebut, kata dia, disebabkan upaya pemberian gaji dan tunjangan terhadap guru mengaji belum terstruktur, masih sekadar memberi.

Dalam pengamatan Wamenag, ketersediaan guru mengaji semakin berkurang. Karena itu, ia mengimbau para pegawai Kementerian Agama (Kemenag) di daerah bersedia mewakafkan dirinya untuk bertugas rangkap sebagai pelayan masyarakat di bidang agama secara langsung. "Misalnya, menjadi imam masjid, menjadi penghulu, meski kadang suka dituding macam-macam,'' katanya.

Ia pun menyinggung soal program Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji yang menjadi salah satu upaya peningkatan kualitas dan intensitas masyarakat dalam mempelajari Alquran. Menurutnya, budaya Maghrib mengaji perlahan terkikis akibat pengaruh teknologi. "Program TV, misalnya, sekarang ini sengaja di-setting dengan tayangan menarik, sehingga anak lebih suka menonton TV daripada mengaji," ujarnya.

Karena itu, gerakan menggelorakan semangat membaca Alquran di waktu Maghrib harus didukung seluruh masyarakat, bukan hanya dari petugas Kantor Wilayah Kemenag. Program lainnya yang dapat menunjukkan geliat pendidikan Alquran ialah momen MTQ. "Di sana, dimulai dari cabang sederhana, yaitu tilawah, sekarang berkembang menjadi 20 cabang," katanya. Cabang-cabang tersebut, di antaranya, tafsir, tafhim, kaligrafi, cerdas cermat, dan lainnya. "Seluruhnya berdasarkan Alquran," tambahnya.

Sementara, pakar Alquran dari UIN Syarif Hadayatullah, Jakarta, Mukhlis Hanafi menuturkan, selama ini, pembelajaran Alquran masih ditangani secara mandiri oleh masyarakat. Ia mengatakan, tugas Kemenag dalam memperhatikan pendidikan Alquran ada di Direktorat Bimas Islam dan Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren. Tapi, kinerja dalam bidang pendidikan Alquran belum terlihat. Menurutnya, berkembangnya pendidikan Alquran harus didukung keseriusan unsur negara dalam bentuk perhatian terhadap para guru mengaji.

rep:c78 ed: wachidah handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement