Jumat 13 Jun 2014 12:00 WIB
tajuk

Usut Kasus Peredaran Produk tak Layak

Red:

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pusat menemukan sedikitnya 6.222 produk tidak memenuhi syarat (TMS). Produk tersebut ditemukan dalam inspeksi mendadak (sidak) menjelang Ramadan dan Idul Fitri 2014 sejak dua pekan lalu.

Menurut Kepala BPOM Roy Sparringa,  banyaknya produk yang terjaring tersebut lantaran distributor menyimpan barang di gudang untuk persediaan menjelang  bulan Ramadan. Sebelum Ramadan, produk kedaluwarsa sedikit sekali,  tapi  mendekati puasa jumlahnya meningkat, karena permintaan pangan bertambah.

Dari sidak yang dilakukan di 20 provinsi tersebut, produk tanpa izin edar paling banyak di Jakarta yakni 2.510 produk disusul Pekanbaru sebanyak 588 produk. Sedangkan produk kedaluwarsa paling banyak ditemukan di Surabaya yakni 278 produk disusul Kendari sebanyak 267 produk. Produk rusak paling banyak ditemukan di Makasar 332 produk disusul Jambi 49 produk.

Kita mengapresiasi sidak yang dilakukan BP POM. Razia itu perlu dilakukan untuk melindungi  konsumen. Terutama melindungi kesehatan masyarakat jika produk tersebut berupa makanan yang tak layak. Tapi, razia saja tentu tidak cukup. Pelaku usaha yang telah berbuat curang itu harus diberi efek jera agar tidak mengulangi perbuatannya di masa mendatang.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mewajibkan pelaku usaha untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Konsumen pun, antara lain, berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Pelanggaran atas ketentuan itu diancam hukuman pidana atau denda.

Pasal 62 UU tersebut, misalnya, berisi ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar kepada pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut (pasal 8 ayat 1). Juga bagi pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa (pasal 8 ayat 1), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar (pasal 8 ayat 2), pelaku usaha yang mencantumkan klausul baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. (pasal 18 ayat 1 huruf b).

Undang-undang sudah mengatur secara rinci hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Namun pelaksanaannya, itu persoalan lain.

Konsumen memang selalu dalam posisi yang lemah. Mereka kebanyakan tidak tahu apa yang menjadi hak-haknya. Mereka juga tidak bisa protes jika mendapati barang yang dibelinya tidak sesuai seperti yang dijanjikan oleh produsen atau pelaku usaha. Karena itu, kita mendorong BP POM untuk menyerahkan kasus ini kepada pihak kepolisian. Kita berharap pihak kepolisian mengusut tuntas agar kasus-kasus seperti ini tidak terjadi lagi. Pelaku usaha yang terbukti lancung dengan mengelabui konsumen harus diberi ganjaran sesuai aturan undang-undang.

Tanpa ada tindakan yang tegas, maka razia  oleh BP POM tidak akan bermakna apa-apa. Hari ini dirazia, mungkin besok mereka akan melanggar lagi. Toh tidak ada sanksi terhadap pelanggaran itu.

Kita tidak ingin lagi mendengar setiap menjelang Ramadhan masyarakat selalu was-was karena beredarnya produk makanan dan obat yang tidak layak. Masyarakat harus dilindungi. Negara lah yang berkewajiban untuk melindungi hak-hak mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement