Kamis 12 Jun 2014 15:30 WIB

Musik untuk Memaknai Hidup

Red:

Aunur Rofiq Lil Firdaus atau lebih dikenal dengan sebutan Opick kini merupakan superstar dalam genre musik Islami. Lelaki yang mengaku hanya tamat SMA dan kuliah di Terminal Pulogadung ini lahir di Jember, Jawa Timur, 16 Maret 1974.

Opick mengawali kariernya di genre musil Islami pada 1985 dengan merilis album pertamanya, Istighfar. Album ini mendapat sambutan yang luar biasa. Pada sebulan pertama setelah dirilis, album ini mampu mencetak dobel platinum dengan penjualan lebih dari 300 ribu kopi. Lagu “Tombo Ati” menjadi hits. Dia berhasil punya rumah dan pergi haji. Album ini akhirnya terjual sampai 800 ribu kopi dan mendapat penghargaan lima platinum sekaligus. Karena aktivitasnya dalam lagu Islami, Opick dinobatkan sebagai duta grup musik Islami Nasyid oleh lembaga ANN (lembaga nasyid nusantara).

''Rupanya setelah direnungkan, saya mendapat keberkahan yang besar ketika menekuni musik ini. Sebelumnya saya sempat terjun ke dunia musik, seperti blues dan rock. Tapi, rupanya Allah memilihkan jalan ini,'' kata Opick yang pada Ramadhan ini merilis album kesebelasnya, Sahabat Sejati.

Menurut Anda, musik Islami itu seperti apa?

Sebenarnya musik Islami atau musik Islam itu adalah sebuah musik yang memuat pesan dan ajaran luhur dari agama Islam. Misalnya, menyampaikan pesan soal sedekah, shalat, zakat, haji, puasa, dan lainnya. Namun, dalam musik saya itu, kini muatannya tak hanya hal tersebut karena sudah meluas. Ini contohnya musik kami sudah pula bicara soal cinta kasih, persahabatan, nasihat, muhasabah, kematian, hubungan orang tua, tembang-tembang jawa, dan ajaran-ajaran luhur lainnya.

Saya mencoba bagaimana menangkap ajaran itu dalam bahasa mudah dan dengan musik yang indah. Namun, pada prinsipnya musik saya itu merupakan nasihat kepada saya secara langsung. Jadi niatan pertama ketika menulis syair, misalnya, yakni ditujukan kepada diri saya sendiri. Setelah itu, baru kepada anak, teman, dan keluarga saya. Setelah itu, baru bagi pubik secara umum. Di situ saya menghitung apa saja yang telah dilakukan dan seharusnya apa yang nanti dilakukan. Jadi, awalnya betul-betul sebagai hal yang pribadi.

Apakah musik Islam sebaiknya genrenya bebas saja. Tak peru terjebak pada salah satu aliran musik?

Soal ini telah lama saya renungkan dan bahas dalam banyak pertemuan, misalnya, dengan teman-teman yang bergerak dalam nasyid. Di situ, saya sampaikan bahwa kita tak perlu terjebak dalam bentuk tertentu, misalnya, hanya terbatas dalam musiknya ala Snada dan Raihan yang akapela atau juga dalam bentuk nasyid lainnya. Nah, saya memilih bebas saja. Kadang saya pakai world musik, balada, blues, pop, warna musik Arab, musik Melayu, dan lainnya. Saya pilih bebas saja atau merdeka saja.

Jadi, dalam soal ini, saya punya prinsip bahwa musik Islami tak perlu terlalu menyoal pada ‘pakaiannya’. Sebab, inti musik Islami muatannya atau isinya harus berupa sajian yang tertuang pada pesan lagu itu. Dan, di sini posisi syair menjadi sangat penting. Ini karena di syair itulah pesan ajaran luhur Islam itu akan disampaikan.

Maka, menurut saya, terserah mau pakai genre musik yang mana, yang pasti kalau mau disebut musik Islami, maka syair lagunya harus memuat ajaran Islam itu. Ini yang tidak bisa ditawar. Syair dalam musik Islami itu hal paling utama.

Menurut Anda, syair musik Islami yang baik itu seperti apa?

Kalau menurut saya, syair itu adalah menangkap nuansa pengalaman pribadi yang dijalani. Juga apa yang kulihat, kurenungkan, dan saya alami langsung. Inspirasinya itu pun berasal dari mana saja, misalnya, ide datang setelah bertemu dengan para kiai dan mendengarkan nasihat mereka. Dalam pertemuan dengan para kiai itu, saya kerap ditantang agar terus meluaskan kreasinya, misalnya dengan meminta agar saya bicara soal menanam pohon, ngomong soal orang yang bukan sampah sembarangan, dan hal lainnya.

Saya sepakat bila ada orang yang menyatakan bahwa musik Islami merupakan musik optimis atau memberikan motivasi. Sebab, memang pesan yang dibawa dalam syairnya, ya harus mengajak orang bangkit, memberikan perenungan. Saya, misalnya, tak bisa agar ada pihak yang ingin melumpuhkan ingatan: ''Lumpuhkan ingatanku, lumpuhkanlah hatiku!'' Saya tidak memilih cara ekspresi yang seperti itu. Kalaupun akan seperti itu, maka niatan dan syair yang saya pilih akan menyoal soal taubat. Dan, ini malah saya yakin lebih menyentuh.

Nah, dalam soal 'melumpuhkan' pikiran dan hati serta kaitannya dengan taubat, saya punya pengalaman yang luar biasa ketika bicara dan menyanyi di depan para pekerja seks. Ketika saya menyanyi, mata mereka banyak yang beruarai air mata. Jadi, saya lihat orang-orang yang bersalah atau wajahnya berlumuran debu sebenarnya mereka juga ingin pulang, ingin kembali kepada Allah. Nah, sisi itulah yang ingin kami sentuh melalui musik dan lagu saya. Mereka juga ternyata punya keinginan untuk taubat.

Jadi, kekuatan musik Islami itu ada di mana?

Nah, kekuatan itu terletak pada syair dan cara menyanyikannya, yakni cara membawakannya. Mengapa demikian? Ya, jelas seperti itu sebab sebelum memberikan nasihat kepada orang lain, maka nasihat itu harus ditujukan kepada diri sendiri dari penyanyi yang membawakannya. Dan, di sinilah sisi utama ketika seorang penyanyi musik Islami ingin disebut berhasil membawakan lagunya tersebut. Jadi, salah satunya perbuatan dengan ucapan menjadi hal pokok. Bayangkan saja, publik di televisi melihat dia nyanyi mengajak orang puasa, tapi kemudian di dalam nyata dia malah asik makan ketoprak di siang hari di bulan Ramadhan.

Ya, mungkin saja penyanyi tersebut secara nada merdu dan enak didengar lagunya. Tapi, secara spiritual tidak bisa seperti itu. Hal inilah yang perlu disadari bagi semua pihak yang ingin menyanyikan lagu Islami dengan baik.

Bagaimana perkembangan musik Islami saat ini?

Apresiasi masyarakat pada saat ini memang sudah sangat luar biasa. Ada banyak sekali orang yang ingin masuk ke bidang ini. Dan, ada begitu banyak orang yang ingin mendapat pencerahan ketika menyanyi genre ini. Ini berbeda dengan masa yang dahulu yang minus atau suram, kini sudah menjadi sangat luar biasa. Tiba-tiba banyak orang yang merasa mendapat pencerahan ketika mendengar lagu-lagu Islami. Oke, memang banyak orang yang mendengarkan lagu Islami, tapi saya berharap mereka juga bisa kemudian mendapat pencerahan untuk mengubah sikapnya.

Jadi, bila ini terjadi, saya bahagia sekali. Sedangkan, bila sebagai suatu bentuk bisnis, saya kira sudah lumayan sekali. Lagu Opick, misalnya, selama ini mendapat sambutan yang lumayan. Bahkan, sampai album kesepuluh sambutannya tetap tinggi. Jadi, secara rata-rata keadaannya baik.

Dan, memang harus diakui pula belakangan keadaannya mulai tampak ada penurunan. Kesan yang ada malah kini semuanya tiarap. Penjualan menurun drastis. Penghasilan dari ring back tone yang dulu lumayan, kini nyaris tak ada. Sedangkan pada sisi manggung atau off air, alhamdulillah masih lumayan. Pada bulan Ramadhan, misalnya, marak sekali sebab kecenderungannya di setiap tahun orang Indonesia sangat suka memperbaiki diri ketika sampai di bulan ini. Tapi, ini bukan berarti di luar bulan puasa Opick tak ada job sama sekali. Sampai sekarang masih banyak sekali. Bahkan, kami kini harus mengaturnya agar keluarga tak terlalu sering ditinggalkan.

Kalau semua dilayani, hampir tak ada hari yang lowong. Bahkan, dalam satu bulan sempat ada permintaan manggung hingga 40 waktu. Bisa gila kalau semua panggilan konser dikabulkan. Bayangkan, pernah sampai pingsan-pingsan di atas panggung karena kelelahan. Nah, karena diprotes keluarga, maka kemudian manggung diatur, misalnya dalam seminggu harus ada waktu untuk keluarga.

Melihat situasi itu, apa saran Anda kepada mereka yang ingin terjun ke dunia musik Islami?

Saya sarankan kepada mereka, baik itu yang kini aktif di nasyid atau musik Islami lainnya, teruslah berkaya. Saya tahu gairah ini sudah sangat meluas di Tanah Air. Saran saya sederhana, teruslah berkarya meski situasinya masih belum baik atau karyamu belum diterima di pasar. Teruslah membuat lagu meski yang mau mendengar itu hanya ibumu dan ayahmu sendiri. Jangan berhenti berkarya.

Sikap berani terus kreatif ini sangat penting, terutama sebagai alat untuk menyeimbangkan diri. Musik spritual dalam hal ini harus mampu menjadi penyimbang bagi musik lain, seperti pop, dangdut, jazz, atau lainnya. Maka, konsitensi agar tetap berkarya sangatlah penting. Sebab, bagaimanapun dan dalam situasi apa pun haruslah keberadaan musik yang memberikan nasihat untuk menempuh jalan kebaikan, berpikir tentang Tuhan, kebaikan, dan kematian harus tetaplah ada. Jadi, inilah jalan keseimbangan kreatif yang harus ditempuh.

Lalu, bagaimana sambutan publik internasional terhadap musik Islami ini, khususnya musik Anda sendiri?

Dalam beberapa kali pertemuan, musik nasyid dan mursyid yang ada di banyak negara, seperti di Rusia, Mesir, Australia, Korea Selatan, Hong Kong, Qatar, semua apresiasnya sangat bagus. Ini unik sambutan meriah tetap terjadi meski saya menyanyi dengan bahasa Indonesia. Ternyata, mereka mau terima karena bahasa sudah menyatu menjadi alat dalam bermusik yang itu lingkupnya universal.

Namun, memang dalam perkembangan terakhir, kini kesan musik Islami menjadi hal yang langka. Yang muncul tetap hanya beberapa nama saja, misalnya saya, Bimbo, Snada, almarhum Ustaz Jefry Al Buchori, Hadad Alwi, Sulis, dan beberapa lainnya yang tak terlalu banyak. Yang lain hanya kadang muncul sesekali saja, misalnya ketika datang Ramadhan. Nah, sekarang mereka itu tinggal dihitung dengan jari karena banyak yang sudah tak berproduksi lagi.

Lalu, apa penyebabnya?

Ini karena penjualan produknya sudah sangat terbatas. Pembajakan sudah sangat luar biasa banyaknya. Apalagi, orang pop kemudian banyak yang masuk ke musik religi yang akibatnya mereka yang selama ini dijalur religi terpaksa menyerahkan lahannya kepada mereka yang baru datang itu.

Khusus untuk bajakan, saya melihatnya dengan sangat nelangsa. Apalagi ketika melihat ke lapak-lapan CD bajakan yang dijajakan di kaki lima atau kios-kios. Saya sedih dan geleng-geleng kepala. Dan, sebenarnya saya pun protes, bahkan kepada para pengundang saya yang ada di daerah yang ingin saya konser ke tempatnya. Mereka mengundang saya karena mendengar lagu saya melalui CD bajakan. Tapi, mereka berkilah mana mungkin saya mendengarkan melalui CD rekaman yang asli wong tidak ada yang jual? Ketika dijawab seperti itu, ya akhirnya saya menyerah.

Jadi, pada satu sisi, saya memang melihat bahwa lagu saya sampai ke pelosok desa, tapi di sisi lain saya tak mendapatkan keuntungan material apa-apa. Di sini saya hanya bisa terenyuh. Akhirnya, melihat situasi buruk itu, maka mau tidak mau setiap melihat CD bajakan yang dijual di lapak-lapak, saya memaknainya sebagai sedekah kepada si penjual dan produser CD itu. Apa boleh buat biar hitung-hitungannya nanti saja di akhirat.

Kemudian, apa yang Anda inginkan dari pihak pemerintah melihat keberadaan potensi yang ada di musik Islami?

Bila mengacu pada pengalaman saya manggung di berbagai negara, terakhir di Rusia itu, maka saya melihat betapa musisi yang berasal dari berbagai negara itu selalu didukung penuh oleh pemerintah atau negaranya. Di situ saya melihat bagaimana saya dipanggil ke panggung dengan sebutan sebagai wakil Indonesia. Di layar panggung tampak bendera Indonesia berkibar-kibar. Nah, di situlah saya merinding dan terharu ternyata saya juga mewakili bangsa ini, apalagi saya menyanyi dengan lagu berbahasa Indonesia.

Hal inilah yang dilupakan pemerintah. Mereka hanya peduli pada olahraga, seolah hanya kreasi di bidang inilah yang bisa mewakili bangsa. Jadi, sampai sekarang bantuan dari pemerintah masih belum ada dan kami harus bisa survive sendiri, mencari dana ke sana-kemari dan terus tidak mendapatkan perlindungan hukum yang layak atas karya yang telah dihasilkan. Ini tragis memang.

Pada sisi persoalan pencarian dukungan sponsor untuk konser musik Islami, itu juga masih sangat kurang. Mereka tampaknya belum peduli pada keberadaan musik ini meski potensi pasarnya besar dan jelas. Saya pribadi, misalnya, malah pernah melakukan konser tunggal dengan biaya sendiri. Ini kan jelas sebuah keadaan yang seharusnya tak terjadi. Meski begitu, saya akan tetap berada di sisi musik ini. Ini karena selain mampu meraih rezeki yang cukup, melalui musik Islami saya berada dalam jalur keberkahan Ilahi karena terus berusaha memperbaiki kualitas diri.

Hal itulah yang saya rasakan bedanya, misalnya dengan posisi saya ketika masih berkecimpung di dunia musik yang lain. Jelas bagi saya situasi ini merupakan rahmat dan anugerah Allah yang luar biasa kepada saya pribadi.  oleh: muhammad subarkah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement