Kamis 12 Jun 2014 14:30 WIB

Lestarikan Budaya Betawi Lewat Palang Pintu

Red:

Pagi di akhir pekan lalu, puluhan orang berseragam putih dengan celana bahan khas Betawi sibuk lalu-lalang di salah satu sisi Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan. Pakaian mereka dilengkapi dengan kain sarung dan nama panitia tergantung di lehernya.

Mereka mempersiapkan acara tahunan yang diselenggarakan oleh masyarakat Kemang. Festival Palang pintu, itulah hajatan tahunan yang menjadi kebanggaan masyarakat setempat.

Dua panggung besar dihiasi aneka warna. Ondel-ondel, bunga kelapa melengkapi panggung pementasan berbagai atraksi kesenian di sana. Panggung Utama diperuntukkan bagi atraksi budaya Betawi dan pentas seni tradisional lainnya. Sedangkan panggung kedua digunakan untuk festival dan lomba.

Acara itu juga diramaikan dengan sejumlah stan beratap putih yang menjajakan aneka jajanan khas Betawi, pakaian, serta aksesori yang siap untuk dibeli para pengunjung.

Festival yang dilaksanakan kesembilan kalinya ini memberikan nuansa berbeda. Bedanya, kali ini tidak hanya menampilkan aspek budaya Betawi, tapi juga ada berbagai macam kesenian dari berbagai daerah lainnya, seperti Sunda dan Jawa. Tidak lupa perpaduan musik-musik kontemporer dengan tradisional dipadukan menjadi sebuah irama yang unik.

"Acara ini telah berjalan sejak tahun 2005. Festival ini menghadirkan budaya Betawi, seperti lenong, palang pintu, sike, ondel-ondel, dan rebana," kata Ridwan Nazar (48 tahun), ketua panitia festival palang pintu saat ditemui Republika, Sabtu (7/6).

Tenda tamu undangan pun telah siap dengan berbagai dekorasinya. Kursi-kursi berlapis kain putih disiapkan untuk menghormati perwakilan dari wali kota. Barisan anak kecil dengan pakaian serba hitam dan kain hijau di leher, seperti menjadi pagar ayu-bagus bagi sang pengantin.

Tidak lama kemudian, datanglah Prof Sylviana, selaku deputi Gubernur Bidang Budaya dan Pariwisata. Dengan diiringi tabuhan rebana, dia memasuki area palang pintu. Pemain palang pintu telah bersiap dari kedua belah pihak. Dari panitia menggunakan baju hitam sedangkan dari tamu undangan menggunakan baju merah. Mereka mulai berhadap-hadapan seraya akan melakukan pertarungan.

Dimulailah pesta palang pintu. Diilustrasikan bahwa palang pintu ini adalah proses lamaran dalam adat Betawi. Disambut dengan pantun dari si baju hitam. Aksi berbalas pantun di antara keduanya terjadi dan mengundang tawa dari para pengunjung.

Para jawara dari kedua belah pihak bersiap untuk bertarung. Siap dengan kuda-kudanya, kedua jawara mulai adu jotos, saling menunjukkan ketangkasan bela diri mereka. Walaupun begitu, penonton tetap terhibur dengan menikmati pertunjukan tersebut.

Sylviana mengatakan bahwa budaya palang pintu lahir dari kearifan lokal masyarakat. Karena itu, masyarakat harus mampu menjaga budaya ini dan melestarikan keberadaannya. Pemda DKI sangat mendukung adanya festival budaya yang berdampak positif.

"Ini kan luar biasa. Harus dikembangkan," kata dia. Menurutnya, dinas kebudayaan dan pariwisata berusaha mengembangkan festival-festival budaya seperti ini di 44 kecamatan. Setiap kecamatan memiliki satu festival yang unik yang bisa mengangkat potensi masyarakatnya. Salah satu caranya, lanjut dia, adalah menghidupkan kembali sanggar-sanggar seni Betawi agar kearifan lokal terus lestari.

Setelah menyampaikan pesan-pesan untuk warga, Sylviana menutup pidatonya dengan berpantun. "Mandi setu di waktu pagi, kedinginan enaknya berjemur. Pake palang pintu kaga ade rugi, buat kenangan seumur-umur," tutup Sylvi diiringi tepuk tangan penonton.

Antusiasme masyarakat pada festival budaya Betawi ini cukup tinggi. Dede Komarudin (50), misalnya, mengaku setiap tahun datang ke festival ini. "Ini kan setiap tahun dan sudah yang kesembilan. Dari dulu selalu meriah. Sekarang lumayan, dari segi keamanan dan kreativitas. Anak-anak mudanya aktif dan kreatif," kata dia.

Salah seorang warga asing asal Inggris juga ikut memeriahkan festival tersebut dengan memakai pakaian khas Betawi. Baju koko, celana pangsi, dan peci yang dikenakannya membuat Andro (55) seakan menghayati kegiatan seni budaya Betawi ini. WNA yang bekerja sebagai geolog ini terkesan dengan festival Kemang ini. "It's great. It's fun to be here (luar biasa. Sangat menyenangkan berada di sini)," katanya sambil membawa suvenir. rep:c80 ed: dewi mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement