Kamis 05 Jun 2014 11:22 WIB
sudut pandang

Wahai Ekspatriat, Bekerjalah Sesuai Izinmu!

Red:

Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri. Pameo ini banyak dilakoni orang kita, warga negara Indonesia yang bekerja di negeri orang maupun warga asing yang bekerja di Indonesia. Demi meraup 'emas' yang banyak itu, izin yang diberikan kadang dinafikan.

Contoh terbaru adalah kasus sejumlah orang asing yang bekerja di Jakarta International School (JIS). Sekolah internasional yang sudah beberapa bulan menjadi sorotan lantaran kasus kekerasan seksual terhadap siswanya, kembali menuai masalah. Sebanyak 20 orang tenaga pengajarnya akan dideportasi oleh pihak Imigrasi.

Pemulangan paksa 20 tenaga edukasi di JIS ini, masih merupakan rentetan dari kasus pelecehan seksual siswanya. Andaikan kasus tersebut tidak mengemuka, boleh jadi para ekspatriat tersebut masih tetap melenggang dengan santai dan menjalankan tugas-tugasnya meski tidak sesuai izin.

Pihak Imigrasi Jakarta Selatan, di mana JIS berlokasi, menyebut para pendidik di JIS itu harus dideportasi karena melanggar izin tinggal dan tidak memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan Dinas Tenaga Kerja dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Awalnya, pihak Imigrasi memeriksa 26 tenaga pengajar di JIS, termasuk sang kepala sekolah Timothy Carr. Namun, hasil pemeriksaan menyebutkan hanya 20 orang yang melanggar. Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengatakan, deportasi kemungkinan akan dilakukan menunggu tahun ajaran selesai. Namun ternyata, Imigrasi tak ingin menunggu hingga Juni berakhir. Kedua puluh ekspatriat itu akan dipulangkan paksa mulai Jumat (6/6). Mereka berasal dari berbagai negara, seperti Amerika Serikat.

Penyalahgunaan izin tinggal merupakan pelanggaran berat bagi ekspatriat. Orang asing yang datang ke suatu negara tentu jelas apa tujuannya. Jika datang sebagai turis, berlakulah sebagai turis. Jika bekerja, harus jelas tertera apa dan di mana pekerjaannya. Mereka tidak dibenarkan melakukan pekerjaan di bidang lain.

Saya jadi ingat kawan saya yang pernah memiliki hubungan cukup dekat dengan seorang warga negara Belanda. Dia awalnya datang hanya untuk berlibur. Saat jalan-jalan di sebuah mal, seseorang yang bekerja di sebuah rumah produksi mendatanginya dan mengajaknya untuk casting sebuah iklan.

Singkat kata,  kawannya yang berambut blonde itu tiba-tiba disibukkan oleh syuting iklan. Ini tentu rezeki nomplok, pikirnya. Namun hal itu tak berlangsung lama. Baru beberapa pekan dia bekerja, ternyata pihak Imigrasi mencium adanya ketidakberesan. Dia pun akhirnya dideportasi kembali ke negaranya.

Kasus 20 orang guru di JIS tentu lebih menghebohkan lagi. Apalagi mereka bekerja sebagai pengajar di sebuah sekolah internasional. Belum lagi, pelanggaran itu dilakukan bersama-sama hingga 20 orang.

Hal ini tentu menimbulkan 'kekecewaan' yang semakin menggunung terhadap JIS. Bagaimana bisa ada 20 orang pelanggar izin tinggal bekerja di sebuah lembaga pendidikan. Kasus inipun belum terang, karena belum jelas sudah berapa lama pelanggaran itu mereka lakukan.

Deportasi bagi 20 guru di JIS itu pun sebetulnya belum serta-merta menyelesaikan masalah dan memuaskan semua pihak. Apalagi, kabar adanya keterlibatan guru JIS yang melakukan kekerasan seksual pada anak didiknya pun belum tuntas pengusutannya. Bagaimana kalau di antara guru yang dideportasi itu ternyata ada yang terlibat?

Terlepas dari itu, Saya jadi curiga, jangan-jangan ada rencana besar yang sedang disusun dari sebuah lembaga pendidikan internasional sekaliber JIS.  Mungkin saya salah, tapi curiga boleh saja kan?

Karena pelanggaran izin tinggal, melakukan aktivitas tidak sesuai dengan kesepakatan, tidak sesuai dengan izin, motifnya bisa bermacam-macam. Kalau hanya sekadar 'kepepet' dan tidak ada pekerjaan lain, sepertinya tidak masuk akal. Yang pasti, pelanggaran izin adalah sebuah kesengajaan yang disadari oleh pelakunya.

Oleh :Andi Nur Aminah

[email protected]

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement