Kamis 05 Jun 2014 11:22 WIB
Guru Menulis

Sekolah Negeri atau Swasta?

Red:

Sekolah manakah yang lebih baik: negeri atau swasta? Pertanyaan itu tidak akan pernah cukup dijawab dengan hanya memilih salah satu dari dua pilihan. Sebab, memilih sekolah tidak sama dengan memilih jawaban A, B, C, atau D. Ketepatan jawaban dari pertanyaan itu hanya akan ditemukan setelah kita benar-benar paham (bukan sekadar tahu) filosofi pendidikan dan pendidikan yang berkualitas.

Di kalangan umum sekolah kerap disamakan maknanya dengan pendidikan. Pemaknaan stereotipe itu memang tidak sepenuhnya salah. Barangkali karena muara dari hasil proses keduanya adalah membayangkan tercapainya sebuah idealisme atau nilai-nilai positif pada sang peserta didik.

Nilai-nilai tersebut dapat berupa kemampuan akademik maupun kemampuan diri. Namun demikian, ada sedikit perbedaan yang cukup signifikan untuk diurai lebih jelas.

Hingga era sekarang, sekolah mau tidak mau lebih mengacu pada sebuah pemaknaan yang terbatas. Ruang, waktu, dan daya kerjanya limitatif. Keterbatasan itu memang tidak mengada-ada. Keterbatasan tersebut merupakan konsekuensi logis dari perlunya pembagian tugas kependidikan yang amat luas jangkauannya.

Sekolah hanya sebuah institusi kecil yang mencoba membantu tugas kependidikan di ranah utama yakni, keluarga dan masyarakat luas. Dengan demikian, sekolah bukanlah pemegang penuh tanggung jawab atas baik atau buruknya kualitas nilai peserta didik.

Berlainan dengan sekolah, makna pendidikan tidak pernah mengenal batasan ruang dan waktu. Ia adalah proses penemuan nilai-nilai (akademis maupun kemampuan diri) yang dicari sendiri atau diajarkan oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun.

Pendidikan bukanlah kata benda. Ia bukan institusi. Sebab itu, makna pendidikan tidak pernah memerintahkan atau menunjukkan isyarat bahwa setiap manusia wajib belajar di ruang-ruang kelas semata yang mengandaikan adanya guru untuk mencekoki peserta didiknya dengan berlembar-lembar teori. Itu pikiran usang dan naif.

Pendidikan adalah napas di setiap aktivitas kehidupan. Semua aspek dalam kehidupan harus dijadikan arena pergulatan pendidikan mulai dari lingkup keluarga, sekolah, dan masyarakat luas secara utuh dan bulat. Jika salah satu komponen itu abai maka cita-cita pendidikan tidak akan berhasil dengan baik.

Berdasarkan penjelasan di atas, ternyata pendidikan merupakan kata kunci yang mesti dibedah lebih lanjut. Salah satu implikasi pentingnya, kita mesti menemukan dan memahami cara mendidik yang baik dan berkualitas.

Lalu, mau negeri atau swasta? Daniel Goleman dalam bukunya yang bertajuk Emotional Intellegences menyatakan, IQ hanya menyumbangkan 20 persen dari kesuksesan seseorang. Sedangkan, sisanya ditentukan oleh faktor intelektual dan emosional. Artinya, pendidikan yang berkualitas tidak pernah berangkat dari persepsi bahwa setiap peserta didik mesti kuat atau banyak menghafal.

Sejujurnya, hafalan itu penting, namun ia bukanlah segala-galanya. Peserta didik perlu pula menguasai keahlian-keahlian lain yang berhubungan dengan kemampuan mendengar, bicara, menulis, dan melakukan.

Apalah guna belajar di sekolah negeri yang lengkap fasilitasnya namun ujung-ujungnya (sadar atau tidak) menjerumuskan peserta didik untuk berpikir kerdil, misalnya? Atau, apalah guna belajar di sekolah swasta yang megah dan mahal namun akhirnya membuat peserta didik bertambah ria dan congkak?

ed: andi nur aminah

Badui U Subhan,

guru SMP Islam Fitrah Al Fikri, Depok

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement