Jumat 23 May 2014 13:19 WIB

Militer Kudeta Pemerintahan Thailand

Red:

oleh:Ani Nursalikah--BANGKOK -- Panglima militer Thailand Jenderal Prayuth Chan-ocha mengambil alih pemerintahan setelah krisis politik enam bulan tak kunjung berakhir, Kamis (22/5). Aksi kudeta militer ini berselang dua hari setelah pemberlakuan status darurat militer.

Pernyataan Prayuth disiarkan melalui televisi setelah pertemuan dengan seluruh pihak terkait. “Agar situasi kembali normal dengan cepat dan agar masyarakat berada dalam situasi damai, mereformasi struktur politik, ekonomi, dan sosial, militer perlu mengambil alih kekuasaan," ujar Prayuth, seperti dikutip Reuters, Kamis malam.

Militer Thailand memerintahkan semua stasiun radio dan televisi menghentikan sementara siaran rutin dan hanya menyiarkan pernyataan yang bersumber dari militer. Pertemuan politik lebih dari lima orang dilarang dan jam malam diberlakukan mulai pukul 22.00 hingga 05.00.

Sebelum pengumuman itu, militer menahan pemimpin kelompok antipemerintah Suthep Thaugsuban. Setelah kudeta diumumkan, seorang pejabat tinggi militer mengatakan tentara akan ditarik dari lokasi demonstrasi.

Pembicaraan pertama untuk menyelesaikan krisis pada Rabu (21/5) ternyata berakhir tanpa kesepakatan. Militer pun membiarkan demonstran pendukung dan antipemerintah melakukan unjuk rasa. Pada Kamis, pembicaraan tahap kedua dilakukan. Pertemuan di markas militer di Bangkok itu dihadiri pemimpin partai petahana Partai Puea Thai dan Partai Demokrat, pemimpin senat, serta lima anggota komisi pemilu.

Dalam pembicaraan tahap kedua, komisi pemilu menyatakan, perdana menteri dan kabinetnya harus mengundurkan diri dan pemerintah yang baru segera dibentuk melalui pemilu pada masa enam bulan ke depan. Namun, sebelum pembicaraan itu, pelaksana tugas Perdana Menteri Niwatthamrong Boonsongphaisan mengatakan, pemerintahannya tidak mungkin mundur karena akan bertentangan dengan konstitusi. “Itu (mundur) tidak bisa dilakukan karena itu ilegal,” demikian pernyataan resmi kantor perdana menteri seperti dikutip CNN.

Tensi tinggi politik di Thailand dalam enam bulan terakhir berujung pada bentrokan yang berakibat jatuhnya korban jiwa. Bentrokan antara kubu pendukung dan antipemerintah telah melumpuhkan sebagian wilayah Ibu Kota Bangkok dan melengserkan mantan perdana menteri Yinluck Shinawatra.

Militer Thailand yang memiliki sejarah panjang dalam intervensi politik di Negeri Gajah Putih itu, Selasa (20/5), menerapkan status darurat militer tanpa memberi tahu Niwatthamrong. Pemberlakuan darurat militer ini termasuk pembatasan tempat demonstran bisa berkumpul dan penentuan televisi dan radio apa yang bisa siaran. ed: andri saubani

sumber : http://pusatdata.republika.co.id/detail.asp?id=737790
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement