Ahad 27 Apr 2014 23:56 WIB

KPU: Parpol Bisa Gugat Pileg ke MK

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.
Foto: Republika/Amin Madani
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, MAMUJU -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Barat, menyarankan jika masih ada partai politik yang dirugikan dengan pelaksanaan pemilihan legisatif (Pileg) maka solusinya bisa melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Bagi siapapun yang merasa dirugikan oleh hasil Pemilu 2014, maka dapat mengajukan gugatan ke MK. Seluruh partai politik peserta pemilu memiliki hak untuk melakukan gugatan. Jika dianggap merugikan, silahkan mengikuti prosedur gugatan," kata Ketua KPU Sulbar, Usman Suhuria di Mamuju, Ahad (27/4).

Menurut Usman, jajarannya telah melakukan upaya maksimal dalam mengawal proses tahapan pemilu. "Memang ada partai yang tidak puas atas pelaksanaan Pemilu. Namun, sekali lagi kami hanya menyarankan untuk menempuh melalui jalur hukum ke MK," ujarnya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mamuju, Hatta Kainang mengingatkan agar para penggugat tidak serta-merta menyamakan kasus pemilu dengan Pilkada.

"Ada perbedaan yang mendasar antargugatan pilkada dan gugatan pileg mengingat pihak-pihak yang punya legal standing (hak menggugat) dalam sengketa pileg jelas merupakan partai politik atau peserta calon DPD sedang dalam gugatan pilkada pihak penggugat adalah pasangan calon," katanya.

Menurut dia, para caleg bisa mengajukan gugatan secara sendiri di luar dari gugatan kolektif partai. Namun hal itu harus dengan persetujuan dari ketua partai di tingkat DPP serta tetap melalui parpol yang bersangkutan. "Caleg tidak bisa sendiri-sendiri mengajukan gugatan keberatan tanpa ada rekomendasi dari partai," ucapnya.

Dia mengemukakan, dalam UU No 8 tahun 2011 tentang pemilu dalam pasal 271 dimana jelas adanya ruang gugatan pascapenetapan hasil suara secara nasional. Bagi pemohon keberatan diberikan waktu 3 x 24 untuk mengajukan ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini tertuang dalam peraturan MK no. 1 dan 3 tahun 2014 tentang pedoman beracara dalam perselisihan hasi pemilu DPR, DPRD dan DPD.

"Proses persidangan adalah jawab menjawab dan adanya pembuktian berupa bukti surat yakni berita acara rekap. Surat-surat lain yang berhubungan dengan proses rekapitulasi apakah itu di TPS, PPS , PPK, KPU Kabupaten, KPU Provinsi dan surat atau rekomendasi panwas dan bawaslu. Sementara saksi adalah saksi parpol dan pemantau dan saksi di tingkat penyelenggara," ujarnya.

Ia juga mengingatkan pihak yang menggugat atau jadi pihak terkait agar tetap berkordinasi dengan tim hukum DPP partai. Karena pihak inilah yang mendapatkan kuasa dari ketua umum dan sekjen partai. "Tidak boleh sembarangan menunjuk pengacara tanpa kordinasi dengan tim advokasi DPP," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement