Senin 17 Feb 2014 16:24 WIB

Pemilu di Papua Rawan Terjadi Kekerasan

Rep: Muhammad Akbar Wijaya / Red: Muhammad Fakhruddin
 Simulasi pengamanan Pemilu 2014 di depan gedung Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Jumat (7/2).  (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Simulasi pengamanan Pemilu 2014 di depan gedung Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Jumat (7/2). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Papua menjadi salah satu zona rawan kekerasan menjelang Pemilu 2014. Hal ini misalnya bisa diukur dari sejumlah kasus penembakan yang terjadi di Papua sepanjang 2013 dan awal 2014.

"Aksi kekerasan pada 2013 terjadi peningkatan cukup signifikan," kata anggota Komisi I DPR, Yorrys Raweyai kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (17/2).

Dari pengalaman Yorrys, kekerasan saat pemilu tidak terjadi karena faktor penyelenggaraan pemilu atau persaingan antarpendukung caleg. Kekerasan lebih disebabkan kekecewaan terhadap kebijakan yang diambil pimpinan pusat partai dalam menentukan wakil rakyat di DPRD. "Persaingan antarcaleg jarang memicu konflik. Mereka hanya lihat di pusat itu figurnya siapa yang mewakili kelompok mereka di tingkat I dan II," papar Yorrys.

Politisi Partai Golkar ini menengarai ada keterlibatan oknum aparat di balik kekerasan yang terjadi di Papua. Ini misalnya bisa dibuktikan dari temuan peluru buatan pindad yang digunakan separatis OPM untuk menyerang aparat. "Di Januari 2014 terjadi pembunuhan. Temuan Komnas Ham dan kepolisian ada selongsong peluru dari Pindad," katanya.

Pada bagian lain Yorrys juga mengingatkan aparat untuk mewaspadai gerakan OPM di desa-desa Papua. Sebab menurutnya OPM sudah mulai berani mempengaruhi masyarakat yang selama ini hidup di wilayah yang pro-NKRI. "Saya minta atensi dari Panglima TNI. Di kampung saya Yapen yang daerah Merah Putih baru pertama kali terjadi kontak senjata. OPM bergerak di sana," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement