Ahad 09 Feb 2014 12:05 WIB

Tantangan Media Cetak pada Era Digital

Logo dan Maskot HPN 2014
Foto: Dok/Panitia HPN 2014
Logo dan Maskot HPN 2014

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU - Persaingan media massa pada era digital kini kian sengit. Media cetak, elektronik, dan online saling menampilkan informasi teraktual dan mendalam untuk menarik perhatian publik. Akibatnya, muncul anggapan persaingan itu akan mematikan media cetak karena gencarnya pemberitaan media online dan elektronik.

Namun, anggapan ini dibantah Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Arif Budi Susilo. Menurut Arif, media cetak, yakni koran/surat kabar akan terus hidup. Bahkan, antara media cetak dan online justru akan saling bersinergi untuk menyampaikan informasi yang beragam dan kaya.

“Media cetak dan online akan saling bersinergi dan tak akan mematikan karena keduanya memiliki konsep pemberitaan yang berbeda,” ujarnya kepada Republika di Jakarta, Jumat (7/2).

Arif menjelaskan, media online menyampaikan berita secara cepat dan singkat. Sedangkan, koran atau surat kabar menyampaikan berita yang lebih kontekstual untuk pembacanya. Misalnya, kata dia, ketika terjadi sebuah peristiwa, media cetak akan mencoba menyampaikan secara perinci, mulai dari awal kejadian, penyebab, hingga langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi peristiwa itu.

Karena itu pula, kata Arif, walau ia bisa mendapatkan informasi sebuah peristiwa melalui media online, untuk info yang lebih mendalam, ia tetap membaca koran. Dia pun optimistis, koran atau media cetak tetap sangat dibutuhkan pembaca dan tak akan pernah hilang oleh zaman. Apalagi, bila media cetak itu mempunyai segmentasi khusus. Seperti Republika yang menyasar komunitas Muslim dan Bisnis Indonesia yang menyasar kalangan pebisnis. Dengan segmentasi seperti itu, lanjutnya, media cetak tersebut akan terus dinantikan masyarakat karena mereka akan mendapatkan wawasan yang lebih luas dan mendalam tentang sebuah masalah.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, untuk menghadapi ketatnya persaingan media, media cetak dan online harus saling bersinergi. Pada era konvergensi media saat ini, kata dia, perusahaan penerbit surat kabar tak bisa hanya mengandalkan satu media. Misal, hanya koran atau sebatas pada media online. “Ya cetak, ya online, harus kedua-duanya. Boleh juga menggabungkannya dengan elektronik,” paparnya.

Ia mencontohkan, berita online akan menyampaikan informasi yang bersifat breaking news dan untuk finishing akan disampaikan melalui media cetak.

Tantangan lain

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Eko Maryadi membenarkan terjadinya lonjakan jumlah unit bisnis media, terutama media online dan TV lokal. Soal media cetak, Eko tetap optimistis flatform media konvensional tersebut memiliki masa depan yang baik. “Sampai sekarang, peran media cetak belum tergantikan. Kedalaman dan ketajaman muatan pemberitaan media cetak tidak bisa tergantikan oleh media online,” tuturnya.

Eko menjelaskan, pascatumbangnya pemerintahan Orde Baru, tantangan pers saat ini bukan lagi menghadapi rezim pemerintah, melainkan kepentingan dari pebisnis dan politikus. Menurut Eko, kesuksesan pers kerap diboncengi oleh para politikus dan pengusaha. “Pers terancam kehilangan independensinya dan dipaksa menjadi partisan,” tutur Eko.

Ia menjelaskan, AJI saat ini menyoroti masih rendahnya tingkat kesejahteraan pekerja media (wartawan) yang berbanding terbalik dengan euforia bisnis media di Tanah Air. “Industri media semakin ramai, kantor-kantor berita berdiri megah, tapi sayang, kehidupan para wartawannya menyedihkan,” ujar dia.

Eko mengaku tidak habis pikir ketika mendapati ada wartawan yang digaji kurang dari Rp 500 ribu per bulan, terutama mereka yang berada di daerah. “Karena itu, muncul wartawan-wartawan 'amplop' yang suka memeras dan bekerja hanya demi uang,” sesalnya.

Transisi pemerintahan

Sementara itu, mendekati masa transisi pemerintahan di Indonesia, peran pers sangat dibutuhkan. “Terutama, untuk menciptakan kebebasan masyarakat yang teratur,” kata tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), Ali Masykur Musa, Sabtu (8/2).

Menurut calon presiden Konvensi Partai Demokrat itu, dengan pers berkualitas, masyarakat mendapatkan mutu pemberitaan yang terjamin. Karena itu, pers harus terus didukung untuk meningkatkan profesionalisme.

Dengan semakin berkualitasnya pers, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan sosial dalam suasana yang aman, tertib, dan damai bisa lebih mudah terlaksana. Ali menyebut pers adalah salah satu pilar penting dalam tegaknya demokrasi di negara kita. “Apa yang diperjuangkan oleh pers sama dengan prinsip negara, yakni demokrasi, rule of law, dan social welfare,” kata Ali saat memberikan pendapat tentang Hari Pers Nasional (HPN) di Bengkulu, kemarin.

Kemerdekaan berekspresi yang juga berarti kebebasan pers, lanjutnya, merupakan komitmen pertama yang ada di dalam UUD 1945, bahkan menjadi kalimat pertama dalam Pembukaan. “Bertolak dari UUD tersebut, pers mempunyai peran kebangsaan yang tidaklah kecil,” ujarnya.

Untuk mencerdaskan bangsa, seperti yang diamanatkan oleh konstitusi, Ali mendukung penuh perjuangan pers untuk menciptakan pers yang bebas, profesional, dan sejahtera. Bukan zamannya lagi pers diintervensi oleh kepentingan penguasa atau pemilik modal. “Pers berjuang untuk kecerdasan dan kemandirian masyarakat,” kata anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI ini.

Hal senada juga disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring. Tifatul berharap, pers mampu melahirkan pemimpin bangsa yang hebat. “Pers memiliki peran strategis melalui karya-karyanya dalam mendorong lahirnya pemimpin bangsa yang hebat,” ujar Tifatul dalam rangkaian acara HPN.

Ia menegaskan, fungsi pers sebagai sarana informasi, sosial kontrol, hiburan, dan edukasi sangat mutlak. “Kalau insan pers konsisten menjalankan fungsinya dengan objektif, hal itu menjadi jaminan untuk melahirkan pemimpin bangsa yang hebat,” paparnya.

Pers sehat, kata dia, adalah pers yang dalam menjalankan profesinya menjunjung tinggi idealisme. Juga, pers sehat ditandai dengan industrinya yang sehat dan motivasi yang sehat pula.

“Setiap elemen bangsa berharap kelahiran perusahaan media massa membawa semangat mengungkap kebenaran. Tak lupa pula soal kesejahteraan insan pers,” ujarnya. n c56/arys hilman/muhammad akbar wijaya/antara ed: syahruddin el-fikri

Informasi dan berita lainnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement