Rabu 05 Feb 2014 17:04 WIB

Sabar Hadapi Anak yang Pemarah

Anak marah
Foto: givinglifeonline.com
Anak marah

REPUBLIKA.CO.ID, Linda Braun, direktur pelaksana dari Families First Parenting Programs di Cambridge, AS, mengatakan, orang tua menyebutkan anaknya membantah biasanya bila si anak tidak segera memenuhi keinginan orang tua dan menolak dengan ungkapan marah atau benci. 

Pada dasarnya, membantah bisa dikelompokkan menjadi dua tipe: menggerutu dan bicara kasar. Menggerutu jelas lebih 'halus' ketimbang bicara kasar. Misalnya, saat disuruh mencuci piring seluruh anggota keluarga sesudah makan, anak bisa saja menggerutu. ''Huh, dasar semua mau enak-enakan aja,'' begitu bisa omelannya.

Gerutuan tak selalu menunjukkan rasa tidak hormat. Gerutuan lebih merupakan keluhan, mungkin sedikit provokatif, ada upaya menarik Anda masuk dalam perdebatan. Tapi, bila tidak ditanggapi, gerutuan bisa mati sendirinya. 

Lain lagi dengan bantahan kasar menggunakan kata-kata kasar. Ini membutuhkan tindakan. Ucapan kasar bersifat menghina dan kurang ajar atau menantang hak dan otoritas Anda secara langsung. Misalnya, saat dilarang mengganggu adiknya, si kakak malah ganti menghardik,''Biarin!'' atau ''Diem. Dasar bawel!''

Intinya, kata-kata kasar adalah ucapan yang tidak menyuburkan pertemanan atau malah 'mendatangkan musuh'. 

Karena itu, bila anak-anak belajar mengontrol ucapannya, akan lebih baik untuknya dan orang lain. Bantahan anak boleh jadi kasar. Namun, psikolog T Priyo Widiyanto mengingatkan bahwa itu tak selalu berarti bahwa di dalam diri anak sudah tumbuh perasaan ingin menyakiti orang lain. Bisa saja si kecil yang sedang dalam proses belajar itu hanya meniru teman tanpa paham maknanya.

Ucapan kasar bila dibiarkan akan tumbuh subur. Ujung-ujungnya akan menjadi tantangan kronis bagi upaya Anda mendisiplin anak untuk kepentingannya sendiri. Priyo mengakui, kadang orang tua tidak sabar menghadapi anak yang suka membantah. 

Ia mengingatkan, bila orang tua memukul dan membalas dengan kata-kata kasar pula, kekasaran si anak akan meningkat. Sebab, ia belajar dari orang tua yang kasar. Namun, bila bantahan anak secara tidak rasional, orang tua harus tegas. Misalnya, pada kasus anak yang disuruh shalat selalu membantah dan menunda-nunda. 

Alumnus Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada ini menyarankan agar orang tua bisa memberikan penjelasan-penjelasan yang semakin luas bila sang anak suka membantah. Dengan begitu anak mengerti jika ia membantah terus-menerus kepada orang tua akan terbentuk menjadi orang yang suka membantah.

Akibatnya, bila terbawa pada lingkungan pergaulan, ia tak akan punya teman. Penting diingat, Anda tengah membantu anak mengembangkan kemampuan menyatakan pendapat tanpa menginjak perasaan orang lain. Suatu keterampilan berharga yang akan berguna seumur hidupnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement