Kamis 30 Jan 2014 05:39 WIB

Petisi 28 Somasi KPU dan Presiden Terkait Pemilu Serentak

Pemilu 2014 (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Andika Wahyu
Pemilu 2014 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petisi 28 secara resmi melayangkan surat somasi kepada KPU dan presiden terkait pelaksanaan putusan uji materi UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres yang menunda pelaksanaan pemilu serentak hingga 2019.

Mereka meminta agar KPU dan presiden menunda jadwal pelaksanaan pemilu 2014. Karena putusan MK masih mengandung persoalan hukum setelah membatalkan pasal 3 ayat (5), pasal 12 ayat (1) dan (2), pasal 14 ayat (2), dan pasal 112 UU Pilpres. Namun pemilu serentak baru bisa dilaksanakan pada pemilu 2019 dan seterusnya.

Kuasa hukum Petisi 28, M Taufik Budiman mengatakan, haram hukumnya jika KPU dan presiden SBY tetap melaksanakan pemilu 2014 tidak serentak. Karena sejumlah pasal dalam UU Pilpres sudah dinyatakan inkonstitusional.

"Kalau tetap dilaksanakan terpisah, pemilu 2014 inkonstitusional. Ada inkonsistensi MK dalam memutuskan pengujian UU Pilpres itu," kata Taufik.

Menurut dia, tindakan MK yang menunda pelaksanaan pemilu serentak hingga 2019 itu di luar kewenangannya sebagai penjaga konstitusi. Karena sesuai kewenanganya MK hanya berhak mengkaji dan memutus pengujian UU berdasarkan konstitusi. Bukan memutus persoalan teknis pelaksanaan norma dalam UUD 1945 (pemilu).

"MK telah memasuki wilayah teknis dan melampaui kewenangannya. MK telah melakukan kekhilafan sistematik, tahu dan mengerti aturan tetapi melakukan hal di luar keharusan," katanya.

Petisi 28 mendesak KPU dan presiden untuk menunda pelaksanaan pemilu 2014 hingga memiliki landasan hukum yang jelas.

"Sesuai UU Nomor 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, KPU diberi wewenang untuk menetapkan jadwal pemilu. Tidak disebutkan jadwal pileg dan pilpres harus dipisah," katanya.

Dia mengaku sudah mengirimkan surat somasi itu,Rabu (29/1). Isinya meminta presiden dan KPU segera mengubah perubahan jadwal dan atau menunda pelaksanaan pemilu 2014 hingga digelar secara serentak.

"Kami beri waktu hingga hari Senin 3 Februari 2014. Kami butuh respon cepat dan serius. Jika tidak direspon kita akan ajukan gugatan class action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement