Sabtu 25 Jan 2014 01:32 WIB

MK: Putusan Maret Baru Soal Pemilu Serentak

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Dewi Mardiani
Hakim Konstitusi Harjono
Foto: Adhi Wicaksono/Republika
Hakim Konstitusi Harjono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi menjelaskan perihal proses pembuatan putusan atas pengujian Undang-Undang Nomor 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Hakim konstitusi Harjono tidak menyangkal sudah ada keputusan sejak Maret 2013.

"Yang Maret diambil keputusan mengenai (pemilu) serentaknya. Tapi hal-hal lain selain pemilu serentak itu belum diambil putusan," kata Harjono di Gedung MK, Jumat (24/1). Menurut Harjono, pada Maret itu putusan baru berdasar pada pendapat para hakim konstitusi secara lisan.

Menurut Harjono, prosesnya kemudian terus berjalan. Karena masih ada pembahasan mengenai hal lain. Seperti persoalan presidential threshold dan juga kapan pemilu serentak diberlakukan. Sementara draf putusan sudah ada di tangan Akil Mochtar, yang saat itu masih menjadi hakim konstitusi. "Tapi karena kemudian tiba-tiba banyak agenda untuk memutus sengketa pilkada, memang itu agak tergeser mundur," katanya.

Selain itu, Harjono mengatakan, kendala juga terjadi dengan adanya perubahan komposisi hakim MK pada 17 Agustus lalu. Setelah sebelumnya jabatan Ketua MK beralih dari Mahfud MD kepada Akil. Menurut dia, proses penyusunan draf putusan itu masih terus berlanjut. "Meskipun draftnya ada, belum dirapatkan bagaimana disepakati bunyi putusannya dan juga belum diputuskan mengenai dua hal selain pemilihan serentak," ujarnya.

Harjono mengatakan, proses yang berjalan kembali terkendala karena penangkapan Akil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, saat itu MK fokus untuk bisa mempertahankan kredibilitas lembaga. Setelah ditelisik, baru diketahui draft ada di tangan Akil dan akhirnya harus beralih ke tangan hakim konstitusi lain. Setelah kondisi mulai kondusif, ia mengatakan, pembahasan mengenai pengujian UU Pilpres kembali berjalan.

Adanya pergantian posisi hakim konstitusi, menurut Harjono, juga menjadi persoalan tersendiri. Ia mencontohkan mengenai posisi Mahfud MD. Mengenai hal lain selain pemilihan serentak, Mahfud masih bisa dimintai pendapat meski sudah tidak lagi ada di MK. Namun, pada akhirnya, mayoritas hakim yang tersisa sepakat akan putusan yang sama. Terkecuali hakim Maria Farida yang sedari awal sudah berbeda pendapat (dissenting opinion).

Setelah itu berjalan lancar, Harjono mengatakan, kemudian masuk ke penyusunan redaksi. Menurut dia, semua hakim konstitusi mempunyai hak untuk mengomentari mengenai redaksi putusan UU Pilpres itu. Bahkan sampai hari pembacaan putusan, Kamis lalu, redaksional masih bisa diubah jika masih ada yang tidak sepakat. "Yang tidak menyangkut isi putusan, itu bisa saja kita ubah. Itulah yang terjadi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement