Selasa 07 Jan 2014 17:20 WIB
Kisruh Harga LPG 12 Kg

Kenaikan LPG 12 Kg Bisa Jadi Blunder Hukum

Pekerja mengangkut tabung 12 kilogram berisi liquefied petroleum gas (LPG atau elpiji).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Pekerja mengangkut tabung 12 kilogram berisi liquefied petroleum gas (LPG atau elpiji).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Sekretaris Menteri BUMN, Said Didu mengatakan, rencana kenaikan harga elpiji (LPG) kemasan 12 kg sebesar Rp 1.000 per kg atau Rp 12 ribu per tabung merupakan kebijakan blunder hukum.

Pasalnya, kenaikan itu dinilai tidak memiliki dasar perhitungan bisnis yang akurat. Dia melihat kenaikan itu hanya kompromi antara pemerintah, Menteri BUMN Dahlan Iskan dan PT Pertamina (Persero) ketika penolakan rakyat terus menguat. "Itu blunder hukum. Rekomendasi kenaikan kan dari BPK. Masak, masukan BPK dikompromikan?," ujar Said Didu kepada Republika, di Jakarta, Senin (6/1).

 

Apalagi, kenaikan yang hanya Rp 12 ribu per tabung tidak akan menutupi kerugian Pertamina dalam bisnis LPG 12 kg ini. Sebab, rencana kenaikan itu sudah ditahan selama lima tahun.

Kenaikan harga LPG 12 Kg diputuskan menjadi Rp 1.000 per Kg dari sebelumnya sebesar Rp 3.959 per Kg. Artinya, harga gas LPG 12 Kg akan mengalami kenaikan Rp 12 ribu per tabung.

Bila kebijakan blunder ini dipaksakan, Said Didu khawatir, kebijakan ini akan menjadi yurisprudensi bagi Presiden SBY atau Presiden berikutnya untuk melakukan kompromi terhadap semua keputusan BPK atau lembaga audit lain.

"Acuannya kebijakan blunder ini. Kalau sekarang (melanggar saja) boleh, maka aturan berikutnya bisa dilanggar, kan. Ini kan bahaya," katanya.

Selain tak ada dasar perhitungan akutansi dalam menaikkan Rp 12 ribu per tabung, Said menilai, kenaikan sebesar itu hanya untuk mengurangi 'rasa malu' dari Presiden, partai pemerintah dan pihak yang semula mendukung kenaikan LPG kemudian berbalik menyatakan penolakan.

Sebelumnya, sebelum menyatakan penolakan, Presiden SBY, Sekjen Partai Demokrat, pengurus Partai Demokrat dan Ketum PAN Hatta Rajasa mendukung rencana kenaikan harga LPG 12 Kg per 1 Januari 2014. Namun, saat rencana itu ditolak warga, mereka yang semula mendukung tiba-tiba berbalik arah meminta Pertamina mengkaji ulang rencana kenaikan. 

Apalagi, kata Said, Pertamina sebagai BUMN tidak dirancang merugi. Kalau merugi terus menerus, direksinya bisa dipidanakan sesuai UU Perusahaan Negara.

Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan memperkirakan setelah kenaikan harga LPG 12 Kg  naik Rp 12 ribu per tabung, Pertamina masih akan menanggung kerugian Rp 6,5 triliun.

"Ruginya belum dihitung sama Pertamina jadi berapa. Kalau kemarin ruginya Rp 7,7 kalau sekarang naiknya cuma seribu mungkin sekitar Rp 6,5 triliun. Itu hitungan kasarnya ya," tutur Dahlan usai menggelar jumpa pers di Gedung BPK, Jakarta, Senin (6/1).

Kendati Pertamina masih menanggung rugi karena menurunkan harga kenaikan, mantan Dirut PLN ini lega. Pasalnya keputusan itu sudah diputuskan bersama oleh pemerintah dan melibatkan juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Yang jelas kalau rugi lagi BPK kan sudah tahu prosesnya bahwa memang tidak bisa menghapus kerugian sekaligus begitu saja," katanya. n zaky al hamzah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement