Senin 25 Nov 2013 22:53 WIB

Permasalahan Guru, Dari Kesejahteraan Hingga Kebebasan Berorganisasi

Rep: Fenny Melisa/ Red: A.Syalaby Ichsan
Perayaan Hari Guru Nasional
Foto: Antara
Perayaan Hari Guru Nasional

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jendral Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengungkapkan pandangannya mengenai kondisi guru di Hari Guru. Dihubungi Senin (25/11) Retno mengatakan masih ada sejumlah permasalahan mengenai guru yang masih ditemui. 

Pertama, ia mencontohkan, tunjangan sertifikasi guru yang hingga tahun ke-8 pencairan dan pembayarannya masih menemui sejumlah masalah yang sama.  Seperti  terlambat dibayarkan, dibayarkan namun jumlahnya kurang (rata2 kurang 1-2 tahun), dan  tidak dibayarkan karena tidak mengajar sesuai mata pelajarannya meski mengajar 24 jam.

"Padahal harapannya TPP dibayarkan langsung dari pemerintah pusat ke rekening para guru dan dibayarkan per bulan," ujarnya.

Kemudian, lanjut Retno, kesejahteraan guru Indonesia masih memprihatinkan terutama guru  honorer. Guru honorer , kata Retno, masih dibayar sangat tidak layak. Seperti di Pandeglang masih ada guru honor dibayar Rp 60 ribu/bulan, di Tangerang Rp 125 ribu/bulan dan di DKI Jakarta Rp 300 ribu. 

"Guru sejahtera hanya guru PNS dan para guru dari sekolah-sekolah swasta  elit. Semestinya  pemerintah daerah harus ikut memberikan tunjangan daerah bagi para guru honorer terutama," kata dia.

Selain itu, tutur Retno, distribusi guru terkait dengan perintah SKB 5 menteri di sejumlah daerah juga masih bermasalah. Seperti kelebihan guru di kota-kota besar dan kekurangan guru di berbagai daerah pelosok. 

"Solusinya tingkatkan SDM guru secara terencana,  sistematis,  dan sungguh-sungguh profesional pelatihannya sehingga guru berkualitas lebih banyak dan bisa merata penyebarannya," ujarnya.

Terakhir, kata Retno, kebebasan berorganisasi bagi guru di berbagai daerah hanya diatas kertas, bukan pada tahap implementasi. Ia mencontohkan masih banyak guru kritis yang juga anggota FSGI diberbagai daerah mengalami mutasi sewenang-wenang. 

"Oleh karena itu kami menolak revisi PP 74/2008 khususnya pasal 44 ayat 3 yang berpotensi memberangus organisasi guru. Karena penghilangan pasal 44 ayat 3 berpotensi melanggar HAM dalam kebebasan berorganisasi," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement