Selasa 26 Nov 2013 05:45 WIB
Kredit Pemilikan Rumah

BI Rate Hambat Kredit Rumah

Perumahan (ilustrasi)
Foto: Antara
Perumahan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) mendorong perbankan di Indonesia untuk menaikkan bunga pinjaman. Bagi perusahaan pengembang perumahan, hal ini merupakan sesuatu yang menakutkan karena akan menggerus permintaan.

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso menyatakan, sektor perumahan telah memberikan peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Di Indonesia, kontribusinya mencapai 26-28 persen. “Sayangnya, tingginya kontribusi ini tidak didukung oleh regulasi dari otoritas moneter,” ujarnya, Senin (25/11).

BI baru-baru ini menaikkan suku bunga acuan menjadi 7,5 persen setelah sebelumnya membatasi loan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR). REI menilai hal ini merupakan sesuatu yang harus diwaspadai karena akan memberikan dampak yang signifikan. Bank tentu akan mempertimbangkan untuk menaikkan suku bunga kreditnya dan hal tersebut ditakutkan karena akan mengurangi permintaan atas properti.

Kenaikan suku bunga merupakan hal yang menakutkan bagi pelaku usaha real estat dan masyarakat yang kemampuan pendanaannya kecil. Bayang-bayang naiknya beban hidup akibat kenaikan bunga kredit akan menghantui masyarakat.

Oleh karena itu, REI mendorong agar pemerintah mengeluarkan paket kebijakan bagi dunia usaha, khususnya bagi pengembang kecil dan menengah. Otoritas juga diminta untuk tidak mengeluarkan paket kebijakan baru yang kontraproduktif karena akan mengganggu pertumbuhan industri real estat.

Wakil Presiden Boediono menyatakan, selain masalah suku bunga, permasalahan sektor perumahan yang utama adalah backlog (kekurangan rumah). Pasokan kurang, sedangkan permintaan rumah setiap tahun terus meningkat. “Kekurangannya masih mencapai 15 juta unit rumah,” katanya. Untuk itu, menurut Boediono, dibutuhkan koordinasi dan kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha, terutama dalam menyediakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz menyatakan, untuk mengurangi kekurangan persediaan rumah, Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) tengah menggodok Undang-Undang Tabungan Perumahan Rrakyat (UU Tapera). Diharapkan rancangan UU Tapera selesai awal Desember. Regulasi tersebut sudah masuk tahap finalisasi dengan kementerian dan lembaga terkait.

Djan mengatakan, sejauh ini rancangan UU tersebut sudah sesuai dengan rencana. Hanya ada beberapa hal yang masih mengganjal, terutama kewajiban pemberi kerja untuk menyumbang dalam Tapera.

Sejauh ini, kewajiban membayar iuran hanya ditujukan kepada pekerja. Namun, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menginginkan pemberi kerja juga ikut berkontribusi sehingga sejumlah instansi keberatan, seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kemenkeu keberatan karena UU ini juga akan berlaku untuk pegawai negeri sipil (PNS). Jika pemberi kerja dibebankan iuran Tapera, Kemenkeu akan dibebankan sebagai pemberi kerja PNS. Artinya, akan ada penambahan dana di anggaran negara (APBN).

Keberatan pemberi kerja adalah jumlah dan besaran keikutsertaannya. Rencana awal iuran ditetapkan lima persen dari total gaji. Sedangkan, DPR menyarankan pemberi kerja dan pekerja dibebani rasio yang sama, yaitu 2,5 persen. Pemerintah belum memutuskan berapa persen dan apakah pemberi kerja juga dibebankan iuran.

Jika rasio sebesar lima persen disetujui, pemerintah akan mendapatkan dana sebesar Rp 2.650 triliun dalam 20 tahun. Dari nilai ini, pemerintah bisa membangun 13,5 juta rumah dan satu juta unit rumah susun sewa (rusunawa). “Tapi, kalau hanya pekerja saja yang dibebankan maka yang bisa dibangun hanya setengahnya” ujar Djan.

Djan juga mengatakan sedang membahas peraturan menteri (permen) terkait larangan penjualan rumah dan rumah susun milik (rusunami). Dalam peraturan tersebut, pemilik rumah tidak boleh menjual rumahnya selama masa kredit. Rusunami tidak boleh dipindahtangankan selama 20 tahun dan rumah tapak selama lima tahun.

Jika pemilik rumah melanggar, hak atas kepemilikan rumahnya dicabut. Djan mengatakan, cicilan akan dihentikan dan uang pokok yang telah dicicil si pemilik rumah akan dikembalikan. “Diharapkan ini akan mengurangi perpindahan tangan dari penerima rusun murah,” ujarnya. n friska yolandha ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement