Senin 11 Nov 2013 08:15 WIB
Kredit Impor

Kredit Impor Masih Tinggi

Importir Mobil
Foto: bisniskepri
Importir Mobil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kredit impor tercatat masih tinggi kendati dolar Amerika Serikat (AS) menguat. Padahal, Bank Indonesia (BI) sudah mengimbau perbankan mengerem penyaluran kredit untuk keperluan impor. Berdasarkan Statistik Perbankan per Agustus 2013 yang dikeluarkan BI, disebutkan bahwa pertumbuhan kredit berkandungan impor tercatat sebesar 95,3 persen (yoy). Kredit impor per Agustus 2013 tercatat sebesar Rp 67 triliun dibandingkan periode sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp 34,3 triliun.

Adapun nilai kredit bermasalah (NPL) kredit berkandungan impor ini mencapai Rp 766 miliar pada periode yang sama atau turun 9,5 persen dibandingkan periode sebelumnya senilai Rp 699 miliar. Di sisi lain, kredit ekspor meningkat tipis sebesar lima persen. Per Agustus 2013, kredit berkandungan ekspor tercatat sebesar Rp 52,5 triliun dibandingkan periode sama pada tahun sebelumnya tercatat senilai Rp 50 triliun. Adapun NPL ekspor turun 35 persen dari Rp 1,9 triliun menjadi 1,4 triliun.

Direktur Departemen Kebijakan Moneter BI Solihin M Juhro mengatakan, BI tengah mengkaji banyak hal. Salah satunya mengenai kredit impor pada perbankan. “Semuanya harus inline dengan yang kita lakukan,” ujar Solihin di Jakarta, Ahad (10/11).

BI saat ini tengah mengatasi neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang semakin defisit karena ada ketidakseimbangan antara konsumsi minyak dan produksinya. Defisit NPI memang masih disebabkan oleh impor minyak dan gas. Konsumsi minyak BBM dinilai tinggi sekali. “Sekitar 70 persen itu (konsumsi adalah BBM jenis) premium. Padahal, produksi kita semakin menurun. Itu harus diatasi,” ujarnya.

Selain itu, kredit ekspor akan membaik seiring dengan kondisi perekonomian AS yang membaik. Solihin mengatakan, AS akan membutuhkan impor dari negara-negara berkembang. “Itu nilai tambah bagi kita,” kata Solihin. Kendati demikian, BI akan tetap mempertahankan kebijakan yang kredibel dan selalu memonitor setiap risiko yang mungkin terjadi.

Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk mengalami perlambatan kredit impor. Volume kredit impor turun 10 persen dari 11 miliar dolar AS pada September 2012 menjadi 10 miliar dolar AS di September 2013.

Kepala Divisi Internasional BNI A Firman Wibowo mengatakan, penguatan dolar AS menyebabkan kredit impor mengalami penurunan. “Kalau dolarnya naik, otomatis dia jaga-jaga. Jangan-jangan barangnya mahal,” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa BNI akan terus menggali potensi impor dari nasabah-nasabahnya karena potensinya masih besar. Ia berharap nasabah importir tidak menggunakan bank asing, tetapi memakai bank nasional. “Ke depan kita yakin akan naik,” kata Firman. Di sisi lain, kredit ekspor bank BUMN ini meningkat pesat. Pertumbuhannya mencapai 81,9 persen (yoy), yakni dari 5,4 miliar dolar AS pada September 2012, menjadi 9,8 miliar dolar AS di September 2013.

Firman mengatakan, ekspor memiliki potensi yang besar karena komoditas ekspor Indonesia masih menarik. Selain itu, penguatan dolar AS juga membuat harga barang dari Indonesia lebih kompetitif. n satya festiani ed: zaky al hamzah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement