Rabu 30 Oct 2013 08:18 WIB
Industri Furnitur

Furnitur Jadi Industri Prioritas Penghasil Devisa

Pameran Furnitur
Foto: Republika/Wihdan
Pameran Furnitur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Indonesia mencatat bahwa industri furnitur merupakan industri yang padat karya. Industri furnitur juga menjadi salah satu industri prioritas penghasil devisa negara.

Wakil Menteri Perindustrian Indonesia Alex SW Retraubun mengatakan, industri furnitur merupakan industri berbasis kayu atau rotan yang memiliki nilai tambah tinggi dan menyerap banyak enaga kerja. Selain itu industri furnitur merupakan industri yang banyak menyerap tenaga kerja dan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap perekonomian nasional.

''Kontribusi itu baik dalam perolehan devisa (ekspor) dan pada pendapatan domestik bruto (PDB),'' katanya saat pidato sambutan acara pembukaan pameran furnitur dan produk interior di gedung Kemenperin Indonesia di Jakarta, Selasa (29/10).

Dia menambahkan, negara tujuan ekspor furnitur Indonesia adalah Amerika Serikat (AS), Prancis, Jepang, Inggris, dan Belanda. Sementara berdasarkan bahan baku, data ekspor furnitur kayu cukup berfluktuasi. Dia menyebutkan, data ekspor furnitur kayu pada tahun 2009 sebesar 1,15 miliar dolar AS. Tahun 2010 naik menjadi 1,4 miliar dolar AS, dan tahun 2011 turun menjadi 1,03 miliar dolar AS. ''Pada tahun 2012 naik menjadi 1,22 miliar dolar AS. Kemudian pada periode Januari-Juli 2013, ekspor furnitur kayu tercatat 711,3 juta dolar AS,'' tuturnya.

Sementara itu, kata Alex, data ekspor rotan olahan cenderung menurun setiap tahun. Pada tahun 2009 sebesar 224 juta dolar AS, tahun 2010 sebesar 212 juta dolar AS. ''Kemudian ekspor di tahun 2011 sebesar 168 juta dolar AS, tahun 2012 sebesar 202 juta dolar AS, dan pada periode Januari-Juli 2013 baru mencapai 96 juta dolar AS,'' ucapnya.

Adapun komposisi ekspor furnitur Indonesia dilihat dari segi bahan baku masih didominasi oleh bahan baku kayusebesar 59,5 persen; metal 8,1 persen; rotan 7,8 persen. Kemudian plastik 2,3 persen, bambu 0,5 persen, dan lain-lain 21,3 persen. Dia menegaskan, kondisi yang cukup fluktuatif ini perlu mendapat perhatian, baik dari pemerintah maupun pelaku usaha industri furnitur. Kebijakan-kebijakan pemerintah, dia melanjutkan, diharapkan bisa mendorong berkembangnya industri ini.

''Dengan adanya kebijakan larangan eksor bahan baku rotan, maka ekspor barang jadi rotan seperti anyaman dan furnitur rotan diharapkan mengalami peningkatan,'' tuturnya.

Alex menyebutkan, pameran furnitur dan produk interior ini diselenggarakan mulai hari ini (29/10) hingga 1 November 2013. Pameran diikuti ebanyak 26 peserta, yang terdiri dari 20 peserta industri furnitur dan kerajinan, dan enam peserta non industri dari akademisi, pemerintah daerah, dan desainer.

''Peserta pameran berasal dari sentra-sentra industri furnitur, kerajinan, dan daerah dari bahan baku seperti Jakarta; Cirebon, Jawa Barat; Jepara, Jawa Tengah; dan Palu, Sulawesi Tengah,'' ucapnya.

Jamin Legalitas Bahan Kayu Industri Furnitur, Pemerintah Tetapkan SVLK

JAKARTA -- Pemerintah menetapkan untuk menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai salah satu upaya mendorong berkembangnya industri furnitur dan kerajinan.

Wakil Menteri Perindustrian Indonesia Alex SW Retraubun mengatakan, industri furnitur selain didukung oleh besarnya potensi bahan baku, industri ini juga didukung dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang diharapkan bisa mendorong berkembangnya industri tersebut.

''Untuk menjamin legalitas bahan kayu industri funitur telah ditetapkan kebijakan SVLK,'' katanya saat pidato pembukaan acara pameran furnitur dan produk interior di Jakarta, Selasa (19/10).

Dia menambahkan, SVLK telah diakui secara resmi oleh Uni Eropa dengan ditandatanganinya perjanjian Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement pada 30 September 2013 di Brussel, Belgia antara pemerintah Indonesia dan komisioner UE. Pihaknya berharap penerapan tersebut dapat menjadi peluang bagi produk furnitur Indonesia untuk merebut pasar produk hijau (green product) internasional.

Selain menerapkan SVLK, pihaknya juga melakukan kegiatan promosi untuk kembali mempopulerkan furnitur di tingkat internasional. Lebih lanjut Alex mengatakan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Indonesia telah mengikuti pameran furnitur internasional di luar negeri seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Cina, dan Indonesia. Pada perkembangannya, dia melanjutkan, perkembangan industri furnitur dan kerajinan tidak bisa dilepaskan dari teknologi dan terutama fektor desain yang sangat berhubungan dengan tren masyarakat. Dia menegaskan, tren furnitur dunia yang terus berubah dan berkembang menuntut perhatian tersediri dari para pelaku industri ini.

''Diperlukan usaha ekstra keras untuk terus memperbarui desain produk furnitur sesuai tren terkini sekaligus tetap berciri khas Indonesia,'' tuturnya. n rr Laeny Sulistyawati ed: eh ismail

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement