Sabtu 12 Oct 2013 05:20 WIB
Perilaku Elit Politik

SBY Sindir Dinasti Atut

Presiden SBY
Foto: biographypeople.info -
Presiden SBY

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali secara mendadak memberikan pernyataan pers terkait sejumlah isu yang berkembang belakangan. Kali ini, giliran kasus di daerah yang melibatkan pejabat-pejabatnya memiliki kekerabatan.

Meski tak menyebut secara langsung, Presiden SBY menyinggung adanya posisi di jajaran pemerintah daerah yang diisi kerabat-kerabatnya sendiri. Hal tersebut merujuk pada Pemda Banten yang hampir pucuk pimpinan daerahnya diisi kerabat dan keluarganya sendiri. Presiden mengatakan, hal tersebut tidaklah patut.

“Meskipun UUD 1945 maupun UU tidak pernah membatasi siapa menjadi apa posisi di pemerintahan, apakah ayah, ibu, anak, adik itu menduduki posisi-posisi di jajaran pemerintahan, tetapi saya kira kitalah yang mesti memiliki norma batas kepatutan. Yang patut itu seperti apa, yang tidak patut juga seperti apa,” katanya di Istana Merdeka, tak lama setelah pertemuan dengan Perdana Menteri India Manmohan Singh, Jumat (11/10) petang.

Tak hanya menyinggung ketidakpatutan pemerintahan daerah dikuasai keluarga yang sama, Presiden SBY pun mengingatkan bahayanya ketika kekuasaan politik menyangkut dengan kekuasaan untuk melaksanakan bisnis. Menurutnya, potensi godaan dan penyimpangannya bisa sangat besar.

“Kalau melebihi kepatutannya, godaannya datang dan kekuasaan yang ada di satu orang atau keluarga yang kait mengait memiliki kecenderungan untuk disalahgunakan. Bangun kehidupan pemerintahan dan bernegara yang baik. Kalau itu wajar, patut, tidak akan membawa keburukan apa pun,” katanya.

Ia pun meminta agar masyarakat lebih aktif untuk menentukan dan mengawasi kekuasaan pemerintah daerahnya. Terlebih lagi ketika kekuasaan politik itu diiringin dengan kepentingan bisnis. “Jangan karena UUD tidak melarang, UU tidak melarang, tapi kita yang memilih pilihan yang patut dan pilihan yang bijak,” katanya.

Ancam Golkar

Kasus dugaan suap Ketua Mahkamah Konsitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar yang menjerat kader Partai Golkar berdampak besar bagi partai yang dipimpin Aburizal Bakrie. Hal itu akan berakibat pada menurunnya elektabilitas dan popularitas Partai Golkar.

    

"Komitmen Golkar dalam pemberantasan korupsi (menjadi) tidak jelas di pandangan masyarakat," kata pengamat politik Universitas Indonesia Arbi Sanit, Jumat (11/10).

    

Arbi menilai, setiap orang menunggu komitmen dari semua partai politik untuk tidak korupsi. Karena itu, menurut dia, sangat logis apabila ada partai yang kadernya terjerat kasus korupsi maka kepercayaan masyarakat terhadap parpol tersebut menurun.

Menurut Arbi, Partai Golkar mengambil sikap hati-hati menjelang Rapat Pimpinan Nasional IV terkait kadernya yang terjerat kasus dugaan suap Ketua Mahkamah Konstitusi (nonaktif) Akil Mochtar. "Golkar akan sangat hati-hati karena kasus itu (Akil Mochtar) membuat masyarakat tidak percaya terhadap partai tersebut," katanya.

    

Dalam kasus tersebut, anggota Komisi II DPR dari Golkar Chairun Nisa sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga memberi suap kepada Akil Mochtar terkait sengketa Pemilu Kepala Daerah di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Selain itu, Gubernur Banten Ratu Atut Chosyiah sudah dicekal KPK karena diduga mengetahui pemberian suap kepada Akil terkait sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Kabupaten Lebak, Banten.

    

Dia mengatakan, terjeratnya kader Golkar dalam kasus Akil sangat memengaruhi mundurnya jadwal penyelenggaraan rapat pimpinan nasional (rapimnas). Rapimnas tersebut semula dijadwalkan dilaksanakan pada 20 Oktober 2013, namun diundur menjadi pertengahan November mendatang. "Pasti orang Golkar membantah apabila dikaitkan mundurnya rapimnas dengan kadernya yang terjerat kasus dugaan suap di Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Fadel Muhammad membantah belum jelasnya pelaksanaan rapimnas terkait kasus Akil Mochtar yang menjerat kadernya seperti Ratu Atut Chosiyah dan Chairun Nisa. Menurut Fadel, belum jelasnya pelaksanaan Rapimnas 2013 terkait dengan masalah teknis, yaitu permasalahan gedung. "Kami ingin mengundang Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono--Red) juga, dan gedung yang akan digunakan belum sesuai," ujarnya.

Terkait kepastian penyelenggaraan rapimnas, Partai Golkar melakukan konsolidasi di Batam pada Sabtu (12/10). "Seluruh DPD 1 (Dewan Pimpinan Daerah tingkat 1) Golkar akan berkumpul untuk menentukan penyelenggaraan rapimnas," katanya.

Sekretaris Fraksi Golkar Ade Komaruddin menambahkan, penundaan rapimnas murni karena persoalan teknis. Dia menyatakan, sampai saat ini Dewan Pengurus Pusat (DPP) Golkar belum menemukan tempat yang representatif untuk pelaksanaan rapimnas. “Teknis soal tempat. Kami sedang mencari tempat yang tepat dan layak untuk rapimnas. Tempatnya belum pasti,” ujar Ade.

Sekretaris Jenderal DPP Golkar Tantowi Yahya mengatakan bahwa alasan penundaan rapimnas bukan karena persoalan tempat. “Ada beberapa materi rampimnas yang belum selesai, perlu pematangan,” ujar Tantowi. Kendati begitu, Tantowi menyatakan, penundaan rapimnas tidak terkait dengan penangkapan anggota Komisi II DPR RI Chairun Nisa dan pencekalan Ketua DPP Golkar Ratu Atut Chosiyah oleh KPK.

Ia menyatakan, persoalan hukum Atut dan Chairun Nisa tetap menjadi perhatian Golkar meskipun tidak ada rapimnas. “Soal Atut dan Chairun Nisa ada tidaknya rapimnas tetap menjadi perhatian partai. Sekarang ini kami memonitor terus,” katanya. n esthi maharani/antara ed: muhammad fakhruddin

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement