Kamis 10 Oct 2013 07:20 WIB
Industri Nasional

Memacu Industri Nasional yang Tangguh (3)

Industri pulp dan kertas (ilustasi)
Foto: scheererbearing.com
Industri pulp dan kertas (ilustasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kemendag, Iman Pambagyo menegaskan, pemerintah bertekad mendorong UMKM mendapatkan akses luas di kawasan Asia Pasifik.

Negara-negara APEC di kawasan Asia Pasifik merupakan pasar ekspor terbesar Indonesia sejak awal berdiri. Pada 1989, total perdagangan Indonesia ke seluruh negara anggota APEC adalah 29,9 miliar dolar AS atau sekitar 78 persen dari total ekspor Indonesia ke seluruh dunia. Kemudian, pada 2011 nilai ekspor Indonesia ke APEC mencapai 289,3 miliar dolar AS, atau sekitar 75 persen dari seluruh ekspor.

Andalan industri nasional

Industri kecil dan menengah (IKM) diatas menjadi salah satu industri andalan di masa depan. Sektor industri lain yang menjadi andalan adalah industri alat angkut terutama otomotif dan perkapalan serta pengembangan hilirisasi sejumlah sektor. Beberapa sektor industri ini dimasukkan Kemenperin dalam peta jalan pengembangan industri nasional menghadapi AEC pada tahun 2015 dan liberalisasi di APEC pada tahun 2020.

Dalam tiga tahun terakhir, industri nasional tumbuh di atas lima persen (5,12 persen pada 2010, 6,74 persen pada 2011, dan turun tipis pada 2012 menjadi 6,4 persen). Bahkan pada 2011 dan 2012, pertumbuhan itu mampu melampaui pertumbuhan ekonomi nasional, masing-masing 6,49 dan 6,23 persen.

Tahun ini, Menperin MS Hidayat, memasang target optimistis pertumbuhan ekonomi nasional bakal menembus angka 7,14 persen. Keyakinan itu didasarkan pada kinerja sektor industri nonmigas yang terus membaik. Dengan pesatnya peningkatan investasi di sektor ini, maka pertumbuhan indutri nonmigas bisa mencapai minimal 6,8 persen. Bahkan jika upaya-upaya maksimal bisa dilakukan, papar Menperin, industri nonmigas bisa tumbuh sekitar 7,14 persen.

Tahun 2012 lalu, investasi PMA di sektor industri tumbuh 73,35 persen menjadi 11,77 miliar dolar AS pada 2012. Sementara investasi PMDN naik 29,47 persen menjadi Rp 49,89 triliun.

Pada 2013 ini, investasi dan ekspor produk industri masih bertumbuh meski tidak signifikan. Investasi PMA diperkirakan tumbuh menjadi 12 miliar dolar AS, sedangkan PMDN turun menjadi Rp 42 triliun. Namun, proyeksi investasi PMDN tersebut belum menghitung sejumlah proyek yang masih dalam tahap negosiasi. Untuk ekspor produk industri di tahun ini, Menperin memproyeksikan mencapai 125 miliar dolar AS atau naik dibandingkan 2012 yang mencapai 116,14 miliar dolar AS.

Sejumlah industri andalannya terdapat pada kelompok industri industri pupuk, kimia dan barang dari karet. Tahun 2012, kelompok industri ini tumbuh 10,25 persen. Kelompok berikutnya yakni industri semen dan barang galian bukan logam (tumbuh 7,85 persen), dan kelompok industri industri makanan, minuman dan tembakau (tumbuh 7,74 persen).

Berikutnya kelompok industri alat angkut, mesin dan peralatan dengan pertumbuhan 6,94 persen. "Kelompok-kelompok industri tersebut akan menjadi motor pertumbuhan industri manufaktur tahun ini," tutur Menperin MS Hidayat.

Untuk mendukung visi Indonesia negara industri tangguh pada 2020, Kemenperin berkomitmen dan secara konsisten terus menjalankan program hilirisasi, yaitu mengolah produk mentah dari negeri ini menjadi bernilai tambah sebelum diekpor ke mancanegara.

Meski ekspor menguntungkan dalam jangka pendek, namun jangka panjang akan merugikan semua aspek. Disamping pasokan SDA dipastikan berkurang, nilai jual ekspor barang mentah lebih murah dibanding diekspor dengan unsur nilai tambah. Nah, hilirisasi produk ini membutuhkan inovasi dan kreativitas.

Program hilirisasi ini didorong pada produk berbasis pertanian atau perkebunan dan tambang serta mineral. Untuk pertanian/perkebunan mulai pengembangan industri hilir kelapa sawit, yaitu minyak goreng, biodiesel, dan oleokimia. Hilirisasi industri hilir kakao adalah berupa kue, pasta, mentega, dan bubuk. Kemudian hilirisasi untuk komoditas karet adalah industri ban, vulkanisir ban, sarung tangan karet, alas kaki, dan produk mekanik berbasis karet.

Selama ini, rata-rata lebih dari 50 persen produk mentah Indonesia diekpor dengan nilai tambah rendah. Pada 2010, sekitar 78,19 persen dari total produksi karet nasional 2,8 juta ton, diekspor. Kemudian 77,35 persen dari total produksi kakao atau 559 ribu ton juga diekspor.

Indonesia juga memiliki harapan menjadi negara industri yang tangguh dengan fokus dalam pengembangan oleochemical atau minyak nabati dan CPO. Cukup banyak obyek yang dapat dijadikan sebagai produk industri seperti minyak nabati, CPO, gas, dan berbagai potensi sumber daya di Tanah Air.

Wakil Menteri Perindustrian, Alex SW Retraubun mengatakan, pemerintah telah menetapkan sejumlah kebijakan untuk merealisasikan harapan sebagai negara tangguh di bidang industri tersebut. Di antaranya adalah kebijakan untuk mengurangi penjual bahan baku CPO karena ingin diolah dalam negeri dalam berbagai jenis industri turunan.

Untuk hilirisasi barang tambang dan mineral, Kemenperin mengacu Inpres Nomor 3/2013 tentang Percepatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri. Untuk mendorong hilirisasi, 65 jenis mineral dikenakan bea keluar.

Selama 2008-2011, ekspor bahan mentah bauksit melonjak dari delapan juta ton menjadi 39 juta ton, ekspor nikel naik dari empat juta ton menjadi 34 juta ton, dan ekspor bijih besi meningkat menjadi 12,8 juta ton pada 2011 dari 1,5 juta ton pada 2008. Kemenperin juga mengarahkan hilirisasi pada industri minyak dan gas, dengan mengembangkan revitalisasi industri pupuk dan mendorong pembangunan kawasan industri petrokimia di Teluk Bintuni di Papua Barat. n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement