Selasa 08 Oct 2013 16:29 WIB

Kisah Backpacker Community di Pulau Melinjo

Backpacker Community di Pulau Melinjo.
Foto: Backpacker Community
Backpacker Community di Pulau Melinjo.

"A journey of a thousand miles begins with a single step," said Lao Tzu.

Tenda, sleeping bag, matras, kompor, panci, kopi, novel, mp3... let's go...!!

Sabtu (28/9), untuk kesekian kalinya saya merindukan suasana yang sepi dan damai. Weekend ini saya merindukan kesepian karena lelah. Sudah ada di benak saya untuk menikmati segelas kopi hitam dan membaca novel di tepi pantai. Jadilah hari itu saya dan teman-teman pergi menikmati weekend di Pulau Melinjo, Kepulauan Seribu.

Setelah browsing di Google seminggu sebelum hari-H, alhamdulillah kami mendapat tempat yang diinginkan. Sebuah pulau tak berpenghuni, hanya ada rumah penjaganya saja 2 orang. Benar-benar nuansa sepi seperti yang saya inginkan.

Pukul 07.30 WIB, kami berangkat dari Muara Angke naik kapal angkutan umum bernama Satria (tarif normalnya Rp40.000) dan tiba di Pulau Kelapa sekitar pukul 10.43. Perjalanan kami lanjutkan ke Pulau Harapan untuk makan siang di sana. Menu makan siang kali ini Pecel Cumi yang pedas Rp15.000 dan Es Kelapa Ijo Rp15.000 (awas tertipu, ya!).

Setelah makan siang dan Shalat Dzuhur, kami pun melanjutkan perjalanan dengan kapal sederhana menuju Pulau Melinjo. Waktu yang ditempuh kurang lebih 45 menit. Dalam perjalanan ke Pulau Melinjo, kami melewati Pulau Kali Age milik Surya Paloh. Hanya tamu tertentu saja yang bisa mampir ke pulau tersebut.

Akhirnya, sampailah kami di Pulau Melinjo. Setelah meresapi sejuknya pulau ini, segera kami mencari spot yang oke untuk mendirikan tenda. Sisi Utara pulau menjadi spot pilihan kami karena pemandangannya yang oke banget.

Begitu tenda dibuka, terbentanglah lanskap pantai yang tenang dan cantik, yang membuat kami tak sabar untuk ber-snorkling ke Pulau Bulat. Cantik dan berwarna-warni, begitulah kesan teman-teman yang snorkling underwater di perairan ini. Namun kali ini, saya lebih menikmati membaca novel di atas kapal sambil mendengarkan musik lewat earphone. Tenang dan damai rasanya.

Cuaca yang cerah dan angin laut yang sepoi-sepoi, seakan me-ninabobokan kami di pulau ini. Senja pun menyapa kami untuk segera beranjak pulang ke Pulau Melinjo.

Mandi ala kadarnya di sumur mungil, cukuplah untuk membuat badan terasa segar. Selepas Shalat Maghrib, kami bakar ikan yang tadi siang dibeli di Pulau Harapan. Lupa nama ikannya, tapi asli enak! Makan nasi liwet, pertama kali ini saya makan nasi liwet rasanya aneh tapi nikmat, hehe.. thanks everybody!!

Makan malam kali ini menunya mantap, ikan bakar, abon kupang dari Anggi, dan masakan udang telur puyuh dari Maria. Makan ramai-ramai beralaskan kertas nasi dan beratapkan rembulan yang cantik serta deburan ombak.

Setelah makan kami bercakap-cakap, sharing tentang kehidupan. Alhamdulillah, banyak manfaat yang saya ambil setiap kali sharing dengan teman-teman. Saya orang bodoh, tapi saya akan terus berusaha menjadi pintar.

Malam itu kami tidak tidur di dalam tenda, melainkan menggelar matras tidur di tepi pantai, beratapkan bulan dan bintang. Yaah.. kami tidur di luar tenda, sambil mendengar gemercik air laut yang syahdu. Selamat tidur..!!

Pagi hari, ingin hunting sunrise tapi sayangnya kami kesiangan. Akhirnya, kami hunting view pemandangan saja dan lumayan hasilnya hehe..

Kami pun menyiapkan sarapan berupa mie goreng. Tentunya, makan ramai-ramai lagi. Alhamdulillah...

Menikmati kegiatan Dafe dan Ari yang mancing di pulau, menikmati kegiatan dua renangers Ruri dan Heru yang sedang hunting Lionfish dan ikan pari di pinggiran pantai, melihat Sri ber-snorkling ria di laut, serta melihat Anggi dan Rofiq yang asyik hunting foto pemandangan sambil usil-usilan. Saya di sini masih dengan novel "Tahajud Cinta di Kota New York" diiringi musik klasik. Alhamdulillah menikmati yang telah Allah sediakan untuk hidup. Terima kasih untuk Sri, Anggi, Rofiq, Ruri, Heru, Ariyanto, Dafe, dan terima kasih untuk weekend serunya.

Hai kamu yang belum pernah ke Pulau Melinjo, segera ke sana untuk menikmati alam. One's destination is never a place, but the journey itself.

Thanks

SCHINTA

Rubrik ini bekerja sama dengan

Backpacker Community

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement