Rabu 09 Oct 2013 11:07 WIB

Kompak dengan Mertua Urus Anak

Jika harus tinggal serumah dengan mertua, urusan pola asuh anak bisa menjadi masalah/ilustrasi
Foto: vidayfamilia.univision.com
Jika harus tinggal serumah dengan mertua, urusan pola asuh anak bisa menjadi masalah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Untuk keluarga yang masih tinggal satu atap, tak pelak kerap terjadi benturan dengan orang tua dan mertua dalam urusan mengurus sang buah hati. Orang tua yang berangkat kerja dengan menitipkan anaknya ke kakek nenek pun kerap mengalami persoalan ini. Perbedaan pendapat termasuk sering terjadi antara pengasuh anak yang berpengalaman dan orang tua anak.

Psikolog anak dan keluarga, Roslina Verauli, mengatakan, perbedaan- perbedaan tersebut sebenarnya perlu dipandang sebagai sebuah keberuntungan. Karena, keluarga di Asia umumnya masih hidup dalam suasana dengan nilai kekerabatan yang kental dengan ikatan kekeluargaan satu sama lain yang kuat.

Urusan menitipkan anak otomatis menjadi lebih mudah. Orang tua di Indonesia umumnya jarang yang mengeluarkan biaya untuk menitipkan anak. Anak, kata Vera, juga diasuh oleh orang yang terpercaya sehingga pemenuhan kebutuhan anak lebih terjamin. Yaitu, dari segi biologis, emosional, sosial, dan normanya. “Hal ini patut disyukuri, di negara lain tidak ada yang seperti ini,” ujarnya.

Namun, Vera mengakui, beda kepala pasti menghasilkan beda pendapat. Antara ayah, ibu, nenek, kakek, serta pengasuh masing-ma sing memiliki pola pengasuhan yang berbeda ke anak. Jangankan antara ayah dan nenek, antara ayah dan ibu saja pasti ada perbedaan. Ia mengatakan, orang tua tidak perlu khawatir akan perbedaan. Yang terpenting adalah bagaimana membuat anak disiplin, tertib, dan sesuai aturan.

Pertama, Vera menyarankan agar orang tua membuat aturan baku mengenai kegiatan apa saja yang dilakukan anak setiap hari. Caranya dengan menetapkan jam makan, mandi, belajar, dan tidur. Berikan ketetapan waktu yang harus dipatuhi anak.

Selanjutnya, beritahukan semua orang dewasa yang terlibat dalam mengasuh anak terhadap aturanaturan tersebut. Mintai tolong pada mereka agar anak mematuhi aturan tersebut. “Jika sudah ada jam-jamnya, anak tinggal menjalankan saja. Yang penting anak melakukan sesuai pola,” ujarnya.

Di luar aturan baku tersebut, aturan lanjutan seperti makannya menggunakan piring apa atau minum dengan gelas apa tak perlu terlalu dipermasalahkan. Biarkan anak bebas memilih, serahkan ke percayaan pada anak dan orang dewasa yang sedang mengasuhnya.

Jika anak sudah telanjur melaku kan apa yang dilarang ayah tapi di perbolehkan nenek, misalnya, maka biarkan anak melakukan itu, tapi beri batasan. Misalnya, jika ayah melarang anak makan kerupuk, tapi dibolehkan nenek. Vera menganjur kan agar anak boleh memakan ke rupuk tapi tidak lebih dari satu.

Atau, ketika anak bertanya me nga pa ia boleh memakan kerupuk oleh nenek tapi tidak oleh ayah maka ayah bisa menjawab seperti anjuran Vera. “Di rumah ayah, kamu tidak boleh makan kerupuk. Kalau mau makan kerupuk, nanti sama nenek bisa. Tapi, ada jamnya,” ujar Vera.

Selisih pendapat seperti ini acap kali membuat anak bingung. Selain itu ketegangan juga bisa muncul antara kakek-nenek dengan ayahibu. Vera menyarankan orang tua un tuk bersikap santai soal ini sehingga selisih paham tidak perlu terjadi. “Pahami apa yang membuat Anda terganggu. Apakah ayah ibu hanya cemburu melihat anaknya lebih dekat dengan kakek neneknya? Tenang saja. Anak tahu kok yang mana orang tuanya,” papar Vera. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement