Sabtu 07 Sep 2013 10:05 WIB
Pemilu 2014

DKPP Kebanjiran Pengaduan Dugaan Suap

Pemilu 2014
Pemilu 2014

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kebanjiran pengaduan dari berbagai pihak terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dari seluruh Indonesia. Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang paling banyak diadukan terkait dugaan praktik penyuapan.

Anggota DKPP Nur Hidayat Sardini mengatakan, masyarakat juga banyak mengadukan dugaan penyalahgunaan jabatan penyelenggara pemilu, memanipulasi dokumen, pelanggaran dalam penetapan hasil pemilu, dan persyaratan dukungan. Dilihat dari kuantitasnya, kata Nur, ada tren pengaduan cenderung meningkat. “Banyaknya sidang tidak akan memengaruhi objektivitas dari perkara yang disidangkan,'' kata Nur, Jumat (6/9). Sampai Juli lalu, DKPP menerima sebanyak 27 pengadungan. Sebulan kemudian bertambah sebanyak 21 pengaduan.

Nur mengatakan, dalam sehari, DKPP bisa menyidangkan lima perkara. Dia memerinci,  agenda sidang DKPP pada Jumat (6/9) ini saja sudah dimulai sejak pukul 09.00 WIB, yakni sidang pengaduan untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Murung Raya terkait dukungan ganda partai Pemuda Indonesia yang dilakukan di luar jadwal verifikasi.

Lalu, sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu oleh KPU Kabupaten Kayong Utara, Seram Bagian Barat, Lampung Utara, dan Kabupaten Baru serta sidang pengaduan untuk Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Palembang.  Sidang terakhir diperkirakan akan berakhir pada pukul 19.00 WIB. ''DKPP memang mengawasi KPU, Bawaslu, dan aparat penyelenggara pemilu yang berada di bawahnya. Yang paling banyak diadukan adalah KPU,'' ujarnya.

Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengatakan, sebagian besar masalah yang menjerat penyelenggara pemilu, terutama KPU dan panwaslu di daerah, karena adanya keberpihakan atau sikap tidak netral. ''Ada dua sanksi yang diberikan DKPP, yakni sanksi peringatan lalu dibina dan sanksi pemecatan,'' kata Jimly.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan, DKPP telah menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap 95 orang anggota KPU dan panitia pengawas pemilu (panwaslu) sejak DKPP dibentuk pada Juni 2012 lalu. Menurutnya, sanksi pemecatan memang terpaksa dilakukan apabila ada dugaan pelanggaran kode etik berat yang dilakukan penyelenggara pemilu.

Selain karena pelanggaran kode etik berat, menurut Jimly, DKPP memberikan sanksi pemecatan karena beberapa kasus memiliki indikasi pidana. “Sanksi ini hendaknya bisa memberikan efek jera,'' katanya.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afiffudin menyarankan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk segera membenahi kualitas sumber daya manusia di seluruh tingkatan. Lantaran banyaknya komisioner KPU dan Bawaslu yang dikenai sanksi pemecatan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Kualitas SDM, menurut Afif, tidak bisa dimungkiri menjadi penghambat dalam penyelenggaraan pemilu. Terutama, bagi penyelenggara di daerah-daerah yang jauh dari pusat.

Walaupun KPU pusat telah menetapkan standar seleksi yang tinggi, kenyataan di lapangan masih jauh dari yang diharapkan. Afif mencontohkan saat menjadi anggota tim seleksi komisioner KPU di suatu daerah. Meski peminatnya cukup tinggi, kualitas sebagai penyelenggara yang mumpuni belum terpenuhi.

Dengan demikian, lanjut Afif, saat bertugas melaksanakan tahapan pemilu, banyak penyelenggara yang melakukan pelanggaran, baik yang disengaja maupun dilakukan karena masih kurangnya pemahaman mereka. Situasi tersebut diperparah dengan dinamika politik di daerah-daerah yang sangat tinggi. "Ruwet sekali di lapangan, apalagi daerahnya sempit, potensi penyelewengannya sangat tinggi. Faktor penguasa, incumbent, politik uang akhirnya tak terhindarkan," ujarnya. n rusdy nurdiansyah ed: muhammad fakhruddin

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement