Senin 02 Sep 2013 08:27 WIB
Blue Economy

Bank Belum Serius Garap Laut Sulawesi Utara

Rokhmin Dahuri
Rokhmin Dahuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Zaky Al Hamzah

Meski dikelilingi Laut Banda, Laut Sulawesi, dan Samudra Pasifik, belum menjamin Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) memiliki keunggulan kompetitif di sektor perikanan dan kelautan. Bank Indonesia (BI) Sulut mengakui sektor perikanan dan kelautan masih minim akses dengan perbankan. BI mendorong perbankan meningkatkan porsi kredit dan pembiayaan di sektor ini.

“Sektor ini belum banyak diminati kalangan perbankan,” ujar Kepala Perwakilan BI Sulut, Direktur Eksekutif Suhaedi dalam sambutan seminar nasional bertema “Akses Keuangan dan Pengembangan Blue Economy dan Green Economy Bagi Kesejahteraan Masyarakat” di aula gedung BI Sulut, Manado, Sulut, pekan lalu. Pembicara seminar ini, yaitu mantan menteri perikanan dan kelautan Rohmin Dahuri dan guru besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulagi Fontje Kaligis.

Menurut Suhaedi, pengembangan blue economy (ekonomi berbasis kelautan dan perikanan) serta green economy (ekonomi berbasis pertanian dan perkebunan) menjadi harapan pertumbuhan ekonomi di tengah belum pulihnya kondisi perekonomian dunia. Sebab, sebagian besar wilayah Sulut merupakan perairan kelautan.

Lewat seminar ini, Suhaedi berharap kalangan perbankan meningkatkan porsi kredit produktif, khususnya untuk sektor perikanan dan kelautan. Salah satu kredit terbesar juga didominasi sektor perhotelan dan pariwisata, mengingat sebagian wilayah merupakan kawasan pariwisata. “Kredit produktif masih minim, kebanyakan masih (kredit) konsumsi,” ujarnya kepada Republika.

Data BI menunjukkan bahwa total kredit disalurkan perbankan di Sulut naik 16,6 persen menjadi Rp 25,2 triliun per Juni 2013 dibandingkan dengan posisi Juni tahun 2012. Kredit konsumsi masih mendominasi dengan penyaluran Rp 13,6 triliun, disusul kredit modal kerja Rp 8,6 triliun, dan kredit investasi Rp 3 triliun.

Suhaedi juga berharap penyaluran kredit ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terus digenjot, khususnya bagi kalangan nelayan dan peternak perikanan (petambak). Penyaluran kredit UMKM di Sulut per Juni 2013 mencapai Rp 6,18 triliun, turun 9,8 persen dari posisi sama tahun lalu.

Di Laut Banda, potensi produksi ikan pelagis, yakni 104 ribu ton per tahun, produksi tangkapan ikan 29.100 ton per tahun atau baru sekitar 28 persen dari potensi. Di Laut Sulawesi, potensi ikan pelagis, yakni 175 ribu ton per tahun dan produksi tangkapan ikan hanya 153 ribu ton per tahun. Tingkat permintaan pasar internasional terhadap produk-produk olahan ikan dari Sulut masih tinggi. Sedangkan, ekspor ikan kaleng senilai 14 juta dolar AS dengan peminat utama dari Jepang.

Seorang penyuluh perikanan di Sulut, Umar, mempertanyakan perhatian pemerintah terhadap sektor kelautan dan perikanan. Selama 35 tahun mengabdi, Umar menilai bahwa pemerintah pusat kurang berpihak di sektor ini.

Sedangkan, Rokhmin mengkritisi rendahnya kesejahteraan nelayan di Indonesia. Indonesia dinilai menjadi negara yang kapitalistis karena orientasinya adalah pembangunan infrastruktur darat, bukan perairan dan kelautan. Padahal, tiga perempat luas Indonesia adalah lautan. Namun, pemuda di pesisir laut justru menganggur, tidak tertarik menjadi nelayan atau pebisnis di sektor hilir kelautan.

“Silakan dibandingkan kebijakan negara terhadap para petani dan nelayan, seolah nelayan itu terlalu diperhatikan pemerintah. Pembangunan kawasan laut dengan darat pun begitu tidak berimbang,” katanya di hadapan ribuan peserta seminar.

Menurutnya, seharusnya pemerintah lebih memprioritaskan jembatan laut supaya akses laut kita berjalan lancar. Tapi, faktanya pembangunan infrastruktur didominasi pembuatan jalan tol. Para nelayan, ia melanjutkan, juga tidak diberikan fasilitas yang memadai, seperti kemudahan mendapatkan subsidi benih ikan, pembinaan, penyuluhan, hingga akses pemasaran hasil laut. Untuk itu, Rokhmin menekankan agar pemerintah serius menggarap program blue economy sebagai penopang utama perekonomian nasional.

Direktur Utama Bank Sulut James Salibana mengaku siap melayani kalangan nelayan dan pembudi daya ikan untuk mengajukan kredit atau pinjaman. Terlebih, ia berharap pemerintah serius membangun sektor perikanan dan kelautan ini, khususnya penyediaan jaminan pasar. “Pemerintah harus betul-betul all out di sektor ini, pasti perbankan akan mendukung,” kata James tegas.

Selain itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut Donald T H Sorongan menilai bahwa konsep blue economy merupakan konsep pembangunan ekonomi yang tepat. Sektor ini mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil, memelihara daya dukung, serta kualitas lingkungan pesisir dan lautan. Sehingga, ia menjelaskan, pembangunan sektor kelautan perikanan diharapkan dapat berlangsung secara berkelanjutan. “Dengan mengolah potensi laut tanpa merusak lingkungan,” ujarnya. n

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement